Friday, December 16, 2011

...siapa yang dokter?!


Untung kakek dokter saya tadi siang itu mukanya lucu. Kalau mukanya galak, bisa-bisa saya keluar ruang periksa bukannya tambah sehat tapi nangis bercucur air mata.

Gimana nggak? Saya dibentak hei. O, bukan, maksudnya bukan membentak, cuma nadanya rada keras. Gara-garanya, saya ngeyel kalau mual-mual saya itu karena magh saya kambuh. Tapi dia bersikukuh bilang belum tentu saya magh. Saya yang dasarnya ngeyelan, masih bilang juga, “Tapi biasanya kalau magh saya kambuh. Saya malah mual kalau makan…”

Lalu keluarlah kalimat itu.

“Siapa yang dokter?!”

---

Anyway,

Saya emang kayaknya nggak kena magh. Saya tadi bisa makan. Sesuatu yang membuat saya nggak perlu repot-repot mengunyah dan bisa langsung saya telan.

Tapi, alasan mengapa akhirnya saya menyerah ke dokter dan diagnosis itu dokter bener. Adalah, bangun tidur sekitar jam sembilanan saya bangun dan kedubrak, saya nggak kuat berdiri. Dan lalu sampai kuat jalan, ke kamar adik Dinar yang juga baru bangun, minta anter ke dokter.

I’m so fuck up.

Saya manja. Cuma gara-gara sariawan yang super perih, dua hari ini saya nggak makan. Terakhir makan kemarin pagi hanya sekitar tiga sendok. Saya mutung. Dan, dua malam saya demam nggak mutu. Nggak bisa tidur nggak mutu. Endingnya, kemarin saya nggak bisa ngapa-ngapain. Langsung tepar sepulang dari kampus. Bahkan  merasa beruntung karena pacar saya nggak jadi mampir dan segera pulang ke tempat tinggalnya, karena saya benar-benar tepar.

Dan, ya, tekanan darah saya rendah. Badan saya nge-drop. Saya si nggak tahu, ini efek kurang makan atau apa. Apa karena seminggu kemarin saya ng-push badan saya gila-gilaan. Saya nggak tahu.

Tapi, tadi saya maksa mulut saya buat makan. Dan saya memilih masak sendiri daripada beli diluar. Waluapun belum memilih makan nasi.

Dan, saya merasakan lagi rasanya seperti dua minggu di awal tahun lalu. Walaupun ini lebih menyedihkan, karena tidak ditemani ibu saya. Tapi justru  ini yang ngebuat saya ngrasa sehat sekarang. saya harus menyelesaikannya dalam dua hari sebelum terlanjur menjadi dua minggu. Saya tahu saya nggak boleh sakit. Dan nggak boleh menganggap enteng gejala-gejala sakit. Karena saya bukan dokter, saya tidak boleh meminum obat magh dan antibiotic sembarangan. Saya harus rajin minum vitamin yang nggak habis-habis itu.

Dan yang pasti, tidur dua hari penuh itu membosankan. Padahal, sebelumnya, tidur itu sangat menyenangkan. Tentu semua setuju, sesuatu yang berlebihan itu justru kurang mengenakan.
Dan, sepertinya harus memulia menyukai dokter…

Selera humor mereka lumayan juga…

“Sariwannya itu apa kebanyakan ciuman kamu mbak?”. Dzzziiing.

Seandainya saya boleh menjawab selain dengan ketawa dan berucap “Sial” di dalam hati. “Ini gara-gara kegigit waktu ngetawain mas-mas di depan saya waktu saya makan. Keselek sampai kegigit… ini semacam adzab pak.”

Don’t sick. Don’t sick. Don’t panic. Don’t sick.

No comments:

Post a Comment