Monday, December 5, 2011

... monday.


Pernah nggak, tiba-tiba ngrasa nggak berguna banget, padahal sejam sebelumnya kamu baik-baik saja?

Terus kamu bakal ngrasa bahwa, saya harus jadi orang kayak gimana lagi biar hidup saya rada-rada penting dan berguna? Padahal kamu udah berusaha, setidaknya, berusaha semampu yang kamu bisa.

Itu kali yah, salah satu, hardest or lowest part of our life.

Ketika beberapa hal yang sebenernya benar-benar berbeda jadi satu dam semakin membawa kamu jatuh. Taruhlah kita punya masalah A. Kita sedang menyelesaikannya. Ini masalah gede banget, maka masalah A punya beberapa submasalah, A1, A2, A3, dan A4. Oke, kita masih bisa tahan atau seenggaknya mencoba tahan dengan masalah itu. Kita nyelesein itu. Walaupun tetep ada A5, A6, A7, dan A8.

Eh, tiba-tiba, tiba-tiba nih yah, ada bagian hidup kamu yang lain, yang kamu rasa baik-baik saja atau justru malah akan mampu membantu kamu menghilangkan turunan-turunan A itu. Tiba-tiba melempar kamu dengan satu masalah baru, masalah B. Dan masalah B itu adalah masalah yang sebenernya kecil. Kecil banget. Tapi, masalah B itu adalah masalah yang kalau dibiarin aja, dia bakal menjadi monster yang bakal memakan kamu. Dia akan mempertanyakan penting-nggaknya hidup kamu. Dia akan menyeret kamu untuk menjadi sesuatu yang lain. Dia harus segera diselesaikan, karena, kalau enggak, pertanyaan-pertanyaan dari masalah B ini adalah penghambat buat kamu untuk nyelesein masalah A.

Padahal, sebenernya, sumber dari semua ketakutan-ketakutan itu ada di masalah A. Dan, masalah A ini yang harus kamu selesein. Karena masalah A ini begitu kompleks dan maka dari itu, masalah A-lah yang harus diselesin terlebih dahulu. Karena, bisa jadi, dengan selesainya masalah A, kamu bahkan lebih siap dengan masalah B, bahkan C, D, dan E juga. Tapi, kamu masih nggak bisa berfikir sehat kalau ada masalah B. Bagaimana cara lompat menuju masalah A kembali?

Tentu, pertama-tama,

Saya, duduk diam… dan mencoba mengerti ini ada apa. Ini saya kenapa.

Dua, saya butuh orang untuk bercerita. Jatuhkan pilihan pada orang yang setidaknya paling dekat secara emosional dengan kita yang akan mendengarkan kita, dan yang pasti, nggak akan menghakimi kita. Ibu barangkali. Atau pacar kamu barangkali, kalau dia mau angkat telpon kamu. Atau, sahabat dekat?

Ketiga, ternyata saya baru tahu masalahnya apa.

Keempat, saya nulis ini. Sesungguhnya ini cukup melegakan.

Kelima, saya bakalan… ra.ha.sia.

Keenam, I have deadline. Jangan sampai saya sakit. Jangan sampai saya sakit. Jangan sampai saya sakit.

No comments:

Post a Comment