Saturday, December 31, 2011

...farewell.


So, it’s a farewell.
But, not a sad farewell. Let’s called as: a new life.

Dita, saya, Dnar, Eny, Nindya, Nita, Anggun, Ian


Eny, teman kost saya, selesai sudah dia sebagai anggota warga kemuning. Ketika dia memutuskan untuk membongkar semua barang-barangnya dan membawanya pulang. Dan, ketika saya melihat dia mengemasi barang-barangnya, saya merasa: dia juga sedang mengemasi hidup dia kemarin. Dia sedang menjadi Eny yang baru.

Eny ngajak saya, Ian, Ninda, Dinar, Anggun, Nita, dan Dita makan bareng. Saya kira, ini salah satu perpisahan yang tidak menyedihkan dalam hidup saya (selain kenyataan bahwa, besok-besok dia bakal sering banget ke Solo). Kalau kata saya, ini juga untuk merayakan Eny yang baru. Eny yang udah wisuda awal bulan kemarin, Eny yang ulangtahun, Eny yang bakal gerak ke step baru di hidup dia, dan, ehm, Eny yang ternyata baru aja berpisah dari (mantan) kekasihnya… dan dia move on, dan bakal menjadi Eny yang baru besok, karena kalau mau ngepas-ngepasin momen, besok itu udah tahun baru. She deserve get better. She deserve get her best.

Saya membayangkan, bakal bener-bener baru deh hidup Eny tahun depan. Pasti hidup dia bakal menyenangkan…

Gara-gara pulang siang dan belum sempat tidur semalaman karena LPJ ukm saya. Saya pulang jam sembilan dan langsung tidur, nggak sempat dadah-good bye sama Eny. Cuma sempat sapa-sapaan waktu mau masuk kamar dan mendapati ada semacam sms perpisahan dan minta maaf-minta maafan dari dia waktu bangun. Yah, orang akan meninggalkan kita, atau kita yang akan meninggalkan mereka. Karena berbagai hal…

Saya inget deh, saya nahan nangis nyesek banget waktu Teh Aliet, kakak kost saya mau pulang Bogor selepas dia lulus dan diminta pulang… Tapi, kata dia, “Jangan nangis, karena justru dengan begini kita bakal jadi lebih baik.” Walaupun dianya yang nangis sesenggukan berurai air mata. Terus saya waktu itu malah jadi ketawa-ketawa, dan nggak mau nganter sampai pool bus, takut nangis lagi…

Tapi, akhirnya, setelah saya sampai di tingkat akhir semacam ini. Iya, saya pengen keluar dari kamar 4x3 bernomor 23 ini. Saya pengen berhenti bayar dua ratus lima puluh ribu perbulan. Saya pengen mengemas beberapa barang (kebanyakan nggak terlalu berguna) saya ke rumah. Saya pengen nggak di sini lagi. Walaupun sempat menghitung secara matematis, jika saya bisa lulus bulan ini, saya bisa segera pergi dari kost ini, tapi ternyata, saya harus memperpanjangnya beberapa bulan ke depan…

Jadi. Sepertinya. Perpisahan itu, bisa menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan, dan menandai sesuatu yang baru…

Bdw, thanks Eny. Akhirnya aku makan di KFC lagi, walaupun ngempet eneg makan ayamnya…

Saya juga bakal segera pergi dari kost ini. Pasti. 

sesungguhnya saya nggak suka ayam. tapi mari kita rayakan keayaman... yeay.

dan, kita bakal kangen girls night kayak gini lagi... :) :)

Thursday, December 29, 2011

...smile :)


yellow-smiley.. :D :D


“Dan kamu masih bisa ketawa-ketawa?”

Tanya teman saya Ian, kaget, waktu kita makan berdua. Makan lele goreng kesukaan di pak Mantep deket tiong-ting, yang enaaaaak banget, gede, krispi, dan cuma lima ribu. Tapi ini bukan tentang lele goreng.

Jadi, waktu itu ceritanya saya cerita, kalau baru beberapa hari sebelumnya saya semacam putus gitu yah sama (mantan) pacar saya. Saya nggak ngerti kenapa saya harus berhenti ketawa, kalau saya putus gitu? Nggak, bukan karena nggak sedih atau apa. Sedih, pasti. Saya sempet nangis-nangis juga. Cuman, sambil nangis saya juga ketawa-ketawa. Ketawa, soalnya, “Ngapain deeeh saya nangissss????”.

Dengan ketawa, saya akan terlepas dari banyak hal yang membuat saya sedih.

Udah, sesederhana itu. Bukan saya melarikan diri, atau gimana, enggak, ada saatnya kita harus merasakan yang namanya sedih dan nggak bisa apa-apa. Tapi, dengan senyum, dengan tertawa, saya merasa bahwa apa yang membuat saya sedih itu nggak ada apa-apanya dibanding banyak hal lain yang bisa bikin saya bahagia dan ketawa. Hei, world, come and see me, there’s a great smile on my face.

Kayak, barusan saya ngeh sama lagu ini, Smile-nya, Nat King Cole. Gini:

“Smile though your heart is breaking
Smile even though it's aching
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you

Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That’s the time you must keep on trying
Smile, what’s the use of crying?
You’ll find that life is still worthwhile
If you just smile…”

What’s the use of crying?

Saya jadi tanya ke diri saya sendiri. What the use of crying? Saya itu cengengnya minta ampun soalnya. Sampai teman saya sempet ngira ada yang salah dengan saya, karena, kalau lagi bahagia banget aja sampai nangis. Dia sempet bilang, “Ya ampun Di, jangan-jangan kamu udah mulai gila beneran. Noh, ketawa aja sampe nangis…” E, serius. Saya sering banget, kalau seneeeng banget juga ujung-ujungnya nangis. Sampai nangis itu bagi saya biasa banget.

Saya kira, pada akhirnya, nangis dan ketawa memberi efek yang hampir sama. Yaitu, menghilangkan apa yang namanya kesedihan. Kalau nangis itu ternyata bisa melegakan banyak hal yang bikin nyesek terus membuang kesedihan itu. Dengan tertawa, kita mengisinya lagi dengan yang namanya kebahagiaan. Seenggaknya, dengan tertawa, kita jadi terstimulus untuk bahagia. Dan menghilangkan hal-hal negatif yang muter-muter di sekita muka kita. Itulah kenapa saya seneng ngaca tiap pagi dan ketawa-ketawa sendiri. Ngrasa saya nggak jelek-jelek amat karena senyum saya manis juga. Dan, mikir kayak gitu aja udah bikin saya ketawa, ngetawain diri saya sendiri yang segitu narsisnya…

Apakah ini bagian dari menghibur diri saya sendiri? Barangkali.

Tapi percaya deh, kita bangun di pagi hari. Terus membagi senyum kita ke orang lain, itu adalah awal hidup yang bener-bener luar biasa. Banyak hal yang sulit, pasti, tapi semuanya tidak akan pernah sesulit yang kita bayangin sebelumnya. Things are not as bad as they seem…

“You’ll find that life is still worthwhile
If you just, smile…”

*bdw, saya seneng deh, bisa nulis sesuatu sebahagia ini. :)

...merayakan kepedulian dari tengah lintasan


“Iii, mbak, beneran deh, setelah nonton Para Games tadi, aku jadi tahu, kalau mereka hebat. Lebih hebat dari kita yang punya bagian tubuh lengkap malah…”

Itu adalah komentar Kiky, adik kost saya, sepulang melihat nomor renang Asian Para Games (APG) di kolam renang Tirtomoyo. Sayangnya waktu itu saya nggak ikut melihat dan mendukung atlet Indonesia karena sedikit tak enak badan. Bahkan tidak sempat melihat dan mendukung secara langsung hingga penutupan dan Indonesia berhasil mendapat peringkat kedua.

Saya, tadinya sedikit merasa aneh karena beberapa teman terlihat lebih heboh tentang kembang api pembukaan APG daripada APG-nya sendiri. Apa sih? Ini APG kan buat menunjukan semangat para atlet, bukan sekedar kehebohan kembang api, lah kok malah jadi merayakan ketidakpedulian, pikir saya. Tapi, setelah mendengar cerita Kiky, saya jadi sadar, keacuhan saya rasanya keliru. Ini bukan merayakan ketidakpedulian, ternyata ini bisa untuk merayakan tumbuhnya kepedulian.

Saya sedikit takut membahas tentang difabel. Alasannya, jangan-jangan ini akan mengeksploitasi “kekurangan” mereka. Itu yang ada di pikiran saya ketika beberapa bulan lalu teman-teman ukm saya sepakat membahas tentang relasi dalam keluarga difabel untuk bahasan utama majalah. Dengan diskusi panjang dan hasil riset, nyatanya, sampai tulisan jadi dan saya baca untuk didiskusikan lagi, teman-teman saya yang tergabung di tim peliputan mampu menunjukan bahwa: tidak ada yang berbeda dari mereka, justru mereka memiliki semangat juang lebih tinggi. Dan karena anggapan “kurang” yang berkembang diantara kitalah (orang yang merasa diri kita normal karena bagian tubuh dan fungsi indra kita lengkap), yang menjadikan kedirian meraka kurang di mata kita. Padahal bagi mereka, mereka itu ya seperti adanya mereka. Mereka bisa. Lalu saya menanamkan ke diri saya sendiri, “Jangan pernah merasa kamu lebih baik”.

Bukankah itu bagus? Setidaknya, akan ada efek positif sama bagi pembaca majalah mahasiswa itu nantinya. Dan itu juga yang ada di pikiran saya ketika tahu bahwa Solo akan menjadi tuan rumah APG. Walaupun saya rada nggak paham juga, kenapa Solo, dan kenapa Indonesia yang menjadi tuan rumah? Karena, setuju tidak setuju, rasa-rasanya kok belum pantas saja. Saya menggambarkan diri saya dan yang saya lihat saja yah, banyak hal yang menunjukan bahwa kita tidak cukup peduli dengan masalah difabel. Tidak hanya masalah akses pelayanan umum macam kendaraan umum hingga masalah pendidikan, bahkan di dalam diri saya sendiri sebagai pribadi, jarang ambil pusing dengan masalah ini.

Barangkali, penyebabnya banyak, karena saya atau banyak diantara kita, tidak secara langsung berhubungan atau pernah berhubungan dengan mereka. Nah, kedekatan emosional macam ini kayaknya juga akhirnya berpengaruh ke sikap kita. Belum lagi berita beberapa hari sebelum APG, jelas-jelas menunjukan pemerintah kita masih sangat jauh dari peduli ke atlet-atlet APG dari Indonesia. Ini semakin membuat saya bertanya, kenapa Indonesia yang jadi tuan rumah? Ibarat kata, ngurus anak sendiri aja belum bisa, masa harus menjadi contoh untuk orang tua lain?

Tapi nyatanya, saya benar-benar menyesal, tidak sempat melihat secara langsung kehebatan para atlet di tengah lapangan. Kiky, siang itu bercerita banyak tentang kehebatan para atlet dari tengah lintasa renang dan angkat besi. Lalu kami berdua tiba-tiba menjadi sedikit malu, karena cuma bisa menonton. Aih, itu si adik kost saya, dia mau menyempatkan diri untuk mendukung secara langsung. Sementara saya lebih memilih menceracau tidak jelas sambil baca koran karena kesal kementrian olahraga tidak memberikan kursi roda layak untuk nomor atletik.

Cerita adik kost saya sore itu cukup membuat saya sadar, bahwa, ternyata, pikiran buruk dan skeptis terhadap hal-hal yang sebelumnya saya anggap sebagai “mengeksploitasi” itu cuma ada di pikiran saya. Nyatanya, dengan terlibat langsung tanpa pretensi apapun, hanya berbekal semangat mendukung, bisa membuka pikiran Kiky tentang apa yang akan dia lakukan setelah ini, yaitu, menghilangkan anggapan “kurang” dari penyandang difabel. Dan dia bahkan bisa menularkannya kepada saya, yang sama sekali tidak sempat melihat. Hebat bukan?

Adakah cuma saya yang tersadar? Atau ribuan orang lain juga merasakan kesadaran tersebut? Mereka yang sempat ataupun tidak sempat melihat dan menyemangati secara langsung. Atau mereka yang justru terlibat secara langsung dalam APG?

Berbagai plakat sudah mulai dicopot. Tapi, semoga semangat kepedulian seperti Kiky, adik kost saya, masih tertanam di benak setiap orang, khususnya warga Solo. Tidak hanya ikut meletup beberapa waktu untuk kemudian hilang. Seperti letupan kembang api di pestanya. Atau bahkan copot sama sekali, seperti plakat di jalanan Solo.

Tuesday, December 27, 2011

... #POTY 2011


Saya membuat tulisan ini, karena pengen ikut serta ajakan Ardi Wilda (storyteller.com) –ya ampun, saya bego, saya nggak tahu caranya nge-link.

Hiyaph, saya baca blognya Awe, nama bekennya, dari beberapa waktu dulu. Sempat baca tulisannya yang sangaaaatt panjang di karbonjurnal tentang matinya bioskop di Jogja. Tapi saya paling suka tulisan Awe itu kalau nggak salah tentang rangking cowok-cowok ganteng di Komunikasi UGM (Ngapain deh, bikin gitu-gituaaaaaaan Weeeeee???????). Jadi, yang saya tangkap sih yah, cowok ganteng di sana itu syaratnya harus suka main tamiya. Dan, kayaknya dulu saya sempat kenalan sama mas Brama waktu dia di Solo, pameran fotonya UFO UGM. Dan emang ganteng itu mas Brama. Hloh.

Bukan, ini saya mau cerita tentang My People of The Year. Awe nulis gini di postnya, “Memilih person of the year versi kita masing-masing menjadi penting untuk menghargai perjuangan orang di sekitar kita. Mereka yang telah mempengaruhi hidup kita selama setahun perlu diberi penghargaan. Membudayakan menghargai orang lain adalah sebuah hal yang sulit bukan di jaman seperti ini. Jaman ketika mengutuk berarti keren dan menghina kutukan orang lain berarti jalan tol menjadi hipster. Alangkah lebih baik jika kita memulai menghargai orang lain. Dimulai dengan membuat penghargaan untuk orang sekitar yang menurut kita berjasa selama satu tahun ke belakang.”

Tadinya saya males ah, apaan sih. Tapi rasanya Awe benar, alangkah lebih baik jika kita menghargai orang lain.

Saya sempat menobatkan ibu saya sebagai my truly dream partners. Dan, emang tentang ibu, udah paling juara sepanjang hidup saya deh pokoknya. Atau bagaimana kita punya sahabat-sahabat yang selalu ada di saat kita paling bahagia dan paling nggak bahagia. Atau mungkin pacar, atau mantan pacar, yang membuat hidup kita punya tujuan lain yang lebih spesifik. Atau mungkin dosen hebat yang memberi pandangan lain buat nentuin masa depan. Atau mas-mas ganteng depan kostan yang hampir tiap pagi ketemu pas sarapan, dan membuat hari-hari kita lebih penuh senyum. Atau, bahkan orang yang baru bertemu sesekali atau bahkan nggak sempat ketemu, tapi bisa bikin hidup kita lebih “meaning”.

Kalau orang, kita harus milih satu. Tapi kalau kelompok, itu berarti berisi banyaaaak orang hebatnya. Gitu nggak Awe? Nyebut kelompok, nggak curang kan Awe? (kalau Awe baca).

Kalau orang, saya kok nggak bisa spesifik menyebut satu nama yah. Karena banyak orang yang berpengaruh ke hidup saya setahun ini. Tapi saya bakal kasih tepuk tangan dan sorak-sorai paling keras buat: ANAK-ANAK KOMPI.

Anak-anak Komunikasi Rongewu Pitu. Yup. Anak-anak seangkatan di Komunikasi 2007, Fisip, UNS.

Alasannya sederhana: di akhir-akhir semester ini, atau semester-semester akhir ini, saya merasa sangat beruntung berada di antara mereka. Saya banyak belajar. Selain mendapat teman mikir bareng, saya mendapatkan teman cerita, teman saling berbagi ketawa, tapi lebih sering bagi-bagi cacian, dan, ehm, saudara.

Rada lebai enggak?

Awal tahun kemarin saya melewatkan malam tahun baru dengan mereka, dan, sepertinya, kemarin udah ada slentingan bakal melewatkan tahun baru tahun depan bareng lagi. Setelah itu, di semester akhir, januari-juli lalu. Kita semua, mati-matian ngerjain tugas yang saat itu bagi kita sungguh-sungguh berat. Jurusan mana lagi yang masih kuliah bareng dengan kelas besar dan tetep kompak di semester delapan?????

Entah mengapa deh yah, walaupun baru enam yang lulus dan wisuda, tapi saya merasa teman-teman saya itu hebat-hebat. Nggak tahu deh, apa ini perasaan saya aja? Karena, kalau bersama mereka, saya juga berasa jadi orang yang hebat. Ih, serius deh. Itulah mengapa saya memilih mereka semua…

 Karena mereka membuat saya merasa hebat.

Udah, itu aja cukup kan. Buat njadiin mereka semua, termasuk saya, sebagai People of The Year 2011.

Setahun ini saya banyaaaaaak banget nghabisin waktu bareng mereka. Dari sekedar lari pagi bareng, makan bareng, dateng pameran bareng, diskusi bareng, nonton pertunjukan bareng, ada juga yang sepedaan keliling empat kabupaten di Soloraya bareng, ada juga yang belanja bareng, ada juga yang karaokean bareng, ada juga yang nggarap acara bareng, ada juga yang ikut lomba bareng, ada juga yang pacaran bareng (?), ada juga yang menang lomba bareng.

Atau bagaimana, ketika semester delapan selesai. Tidak ada lagi kumpul kelompok. Feed facebook dan timeline twitter heboh kangen kelompok kuliah. Yang kangen kelompok video lah, adver lah, jurnalistik lah, desgraf lah, atau radio yang malah sepi. Hhe. Atau, ketika kita udah mulai (baru mulai? Iyaph) ngerjain skripsi, kita saling mendukung, tuker-tukeran buku, diskusi kecil-kecilan, tuker-tukeran teori, saling mengomentari masalah dan judul. Walaupun sama-sama nggak mudeng. Jujur saya sama sekali nggak mudeng kalau pakai metodologi penelitian kuanti, atau pola komunikasi, apalagi jaringan komunikasi. Gitu-gitu. Kita yang nongkrong di ruang depan jurusan bareng, saling cerita dan becanda. Saling menyemangati. Entah kenapa deh yah, setahun ini kerasa banget kalau saya tu bener-bener punya teman sekelas. Lihat aja, kalau ada yang sidang, yang datang banyaaaak banget. Ngelihatnya aja udah menyenangkan banget. Hm…

Janji saya ke mereka: saya harus lulus tahun depan. hloh. Dan kalian juga. Habis itu, mari menjadi sesuatu semua.

Yang sekarang belum menjadi sesuatu, lulus dulu deh yah, ayo kita mengejar jadwal sidang. Daftar wisuda mulai februari caaaah… Setelah itu mari lari ngejar yang kita inginin. Yang pengen jadi managing director ogilvy&mathers atau matari, yang pengen jadi pemred femina, yang pengen jadi corporate pr XL, yang pengen jadi dosen komunikasi, yang pengen jadi copywriter, yang pengen jadi produsernya trans tv, yang pengen punya biro iklan sendiri, yang pengen jadi wedding planner, yang pengen jadi pr directronya metro, yang pengen punya kedai kopi dan rumah baca sendiri, yang pengen punya butik sendiri, yang pengen jadi ibunya Queensha, yang pengen jadi wartawan kompas, yang pengen jadi pemenang lomba foto seratus kali, yang pengen gantiin bang Oscar, yang pengen jadi manager radiooo, yang pengen jadi MC kondang, yang pengen jadi sosialita aja, yang pengen masuk rubrik workbook ELLE dan sosialita-nya kompas minggu, yang pengen jadi pemred solopos, yang pengen jadi sutradara, yang pengen jadi produser berita, yang pengen punya majalah buat remaja, yang pengen punya studio foto sendiri, yang pengen jadi rektor…dan semuanyaaa…

Atau, kalian, selamat, yang udah menjadi sesuatu. Yang udah jadi produser di radio terkeren di solo, yang jadi fotografer kantor beritanya endonesiah, yang jadi pr directornya rotary, yang udah jadi copywriter, yang udah terima job sana-sini motret, yang udah sering menang lomba, yang udah jadi kontributor kesayangan metro tv, yang udah jadi presenternya tv ter-ok di solo, yang udah nyanyi kesana-kemari, yang udah jadi reporternya antara, yang udah jadi penyiar ter-ok di soloraya, yang udah sampai Prancis buat student exchange… jangan lupa lulus dan sukses selalu…

Kayaknya, lulus dari prodi kita itu wajib deh. Nggak gimana-gimana. Kayaknya bakal lebih hebat aja, kalau udah lulus dari prodi kita.  :) :) :)


ini foto jaman semester... awal. hhhaaa. lucu yah, saya naik meja di bawah sigit. rambut saya masih pendek banget. kita masih imut-imut, bahkan sampai sekarang.. :)

ini foto makrab terakhir di sekitaran bulan juli 2011. di sana, kita main lompat tali dan main kasti bareng... :)

ini foto wisuda Faka. kenapa ini istimewa?? karena, Faka adalah orang pertama yang lulus di prodi kita. lulus dengan cumlaude dan menjadi wisudawan terbaik fisip 2011. congrats Faka... (Faka tetangga saya loh... ketahuan deh, saya nothing banget... wkwkwk... ). ayo kita lulusss... :) :)