Monday, June 27, 2011

...tentang beberapa perempuan dan lelakinya

Hal ini bukan tentang seorang perempuan yang punya banyak suami atau pacar. Tapi, tentang bagaimana beberapa perempuan [sedikit-banyak] membuat seorang lelaki berubah. Yang masih belum saya mengerti.

Berawal dari sebuah bercanda-canda dengan seorang teman beberapa malam lalu sambil melihat sebuah video becandaan jaman dulu. Di video itu merekam beberapa teman yang bermain-main, ngerjain orang, becanda-canda, dan ketawa-tawa ngakak. Ada beberapa orang di video itu. Termasuk satu teman yang akhirnya membuat saya mikir.

Jadi, dia, di video itu seperti semua yang ada di video itu, tertawa ngakak, bahkan ada yang sampai guling-guling. Dan, waktu saya dan teman saya nonton lagi video itu kemarin malam, teman saya berujuar, “Wah, itu waktu si A (mari sebut dia A) masih ceria”. Ehm, “masih ceria?”. Berarti sekarang jadi nggak ceria? 
 
Benar. Dia, si A itu, sekarang memang cukup jauh berbeda dengan si A beberapa waktu lalu. Dia sekarang lebih pemurung dan tak tertebak. Tidak spontan, tidak nyaman dengan keadaan. Oke, setiap orang berubah, tapi, wajar bukan kita sedikit prihatin jika satu teman kita jadi nggak ceria. Dan, kenapa dia jadi begitu? Salah satunya adalah, karena perempuan. Bilang saja saya sok tahu, tapi kurang lebih memang begitulah adanya. Karena setidaknya si A itu pernah beberapa kali cerita kepada saya dan beberapa teman lain.

Begitu besarkah efek kehadiran dan kepergian seseorang untuk sebuah keceriaan diri kita? Terutama, seorang perempuan bagi seorang laki-laki?

Contoh satu, teman saya itu. Sayangnya contoh yang kurang menyenangkan.

Atau, bagaimana seorang perempuan bisa mempengaruhi laki-laki dalam hal yang lebih positif. Simpel saja, teman saya yang lain, seorang perempuan, bisa membuat pacarnya bersemangat mengejar lulus kuliah. Bangun pagi. Berangkat kuliah rajin. Mengerjakan tugas rajin. Dan lebih hidup. Bagaimana dia melakukannya? Bukan dalam waktu yang singkat dan instan. Bahkan seringkali jam tujuh kurang seperempat teman saya tergopoh-gopoh ke kost pacarnya untuk membangunkan dia yang kuliah jam 7 dan belum bangun. Bagi sebagian yang lain terlihat naïf. Tapi, nyatanya, ada sesuatu yang positif. Dan saya salut pada teman saya itu, hingga sekarang.

Ah, memang harusnya, jika boleh berandai, tentu kita (perempuan) harusnya memberikan pengaruh yang poitif itu tadi. Karena, sesungguhnya saya masih belum mengerti dengan teman saya si A itu tadi. Apa iya, begitu besarkah pengaruh seorang perempuan pada satu orang laik-laki hingga ia kehilangan sebuah “keceriaan”. Saya belum mengerti. Hanya belum mengerti.

...cukup


ah, sayangnya kalimat itu terlalu kudus buat saya
seperti dipaksa untuk memahaminya layaknya memahami Tuhan.
apa Tuhan perlu dipahami?
bahwa, sebaiknya tidak boleh ngeluh.
apa iya?
saya tidak mampu. saya butuh.
akan ada pada satu titik ketika, kita hanya perlu berhenti. barangkali sedikit mengeluh. bercerita. entah pada siapa saja. siapa saja yang mungkin mau mendengarkan. dan sedikit nasihat. sedikit doa. sedikit dukungan.
akan ada satu titik juga, ketika yang kita butuhkan hanyalah, dukungan. ya, dukungan. itu saja cukup.
dan kata cukup itu, cukup.

...berjuang


makna berjuang setelah mencoba belajar dari [kalian]
adalah
ketika saya menjadi yang paling
ketika saya menjadi yang terbodoh
ketika saya menjadi tak melihat
ketika saya menjadi pembohong besar
ketika saya menjadi tak mendengar
ketika saya menjadi tak manusiawi
ketika saya menjadi tak seharusnya
dan
saya yang, berjuang, atau tepatnya mencoba memperjuangkan
sesuatu yang sama seperti ketika
menunggu sesuatu yang paling
menunggu sesuatu yang terbodoh
menunggu sesuatu yang tak melihat
menunggu sesuatu yang saya bohongi
menunggu sesuatu yang tak mendengar
menunggu sesuatu yang tak manusiawi
menunggu sesuatu yang tak seharusnya
jangan pernah menunggu untuk saya
jangan pernah berjuang untuk saya
tolong.

...kamu


kamu pikir, kamu yang paling tahu
kamu pikir, cuma kamu yang bisa memujanya sedemikian rupa
kamu pikir, cuma kamu?
kamu pikir, cuma kamu yang dia inginkan
kamu pikir, cuma kamu yang dia harapkan
kamu pikir, kamu segala-galanya
bukan.
ini semua bukan tentang kamu.
ingat itu.
ini semua, bukan hanya tentang kamu.
ini bisa saja, tentang siapa saja.
bahkan tanpa kamu disana.
(ini buat saya sendiri)

...ask


ay i ask you, boy
are you give every girl your poutry
are you give every girl your sign
are you give every girl your love
and boy,
if, one of your girl say yes to you
will you,
stay just for one girl…?

...quote3

Everybody want to be us
Miranda Priestly, The Devil Wears Prada

...let2


who’s let me to apologize?
who’s let me to change to better good?
who’s let me to be honest?
who’s let me to know the truth?
who’ll forgive?
who’ll give me a chance?
who’ll listen?
who’ll tell?
i,
i just want to leave this nicely
no more prejudice.
i’ll leave.

...quote2

“i don’t need have a speech and tell everyone, how good i am. i’m not a kind of that” (Blair Waldrof, Gossip Girl)

...let


so, let it in
let, it out
let, it stay
let, it go…
who’s let me?

...mulai


dan,
pada akhirnya,
kami, harus segera menyelesaikan yang harus diselesaikan
sebelum,
memulai,
hal yang sebenarnya sama,
sama, persis, sama…

...keputusan


Perempuan itu tergagap
Ia digoda
Ia kebingungan
Ia ketakutan
Ia, tidak mau
Beginya, cukuplah satu orang untuk hidupnya dan hidupnya untuk satu orang
Ketika kecil,
Perempuan itu berkhayal
Ketika dewasa nanti, ia akan disukai banyak pria
Seperti ibunya bercerita tentang kisah cintanya semasa muda
Hingga akhirnya bertemu dengan ayahnya
Untuk kemudian melahirkannya di dunia
Ia ingin yang demikian itu,
“dulu, saingan ayah banyak”, seakan-akan membanggakan
Ia belum tahu
Betapa rumitnya sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan
Perempuan itu,
Memilih untuk tidak memilih
Karena hatinya sudah memilihkan
Ia, membutuhkan yang membuatnya nyaman
Seapa-adanya sebuah kehidupan
Seperti, ia merasa dibutuhkan
Oleh seseorang, satu saja
19 januari 2011
Pagi ini.

...whose know yourself better, than you?


entu saja dia tidak bisa menjadi seseorang dengan seribu kriteria yang kita inginkan.
pun kita, yang tak mungkin menjadi sesuatu yang sempurna.
tentu saja kita akan banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan.
pun kita, seringkali sadar tengah melakukannya.
dan meragu,
kembali pada sebuah pertanyaan tentang ‘mencintai’ dan ‘dicintai’
bukankah itu harusnya menjadi sesuatu yang melegakan, membebaskan
termasuk membebaskan untuk memilih
kita mencintai siapa?
meskipun kita tidak berhak memilih, kita dicintai siapa?
kemudian, pernyataan dikembalikan pada diri kita (lagi)
bertanya, apa yang kita inginkan?
apa yang kita inginkan?
tapi, apa ingin saja cukup?
apa kita hanya akan berputar pada kata ingin, ingin, dan ingin?
siapa yang lebih tahu apa yang kita inginkan dan (barangkali), juga kita butuhkan?
diri kita sendiri.
16 januari 2011

...hujan


hujan…
hujan…
hujan…
padahal Desember sudah lewat. harusnya matahari bersinar lebih cerah.
harusnya…

...quote

People don’t tell you who you are, you tell them. stay and fight…
Serena Van der Woodsen (Gosip Girl)

...undefined2


ada sesuatu hal yang tak bisa didefinisikan
dan itu adalah:
…ketika saya melihatnya dengan suka cita
*heouhihuoehohea…

...undefined


how is nice and great can be define?
theres nothing to define…
nice and great, is unmeasurable.

...untuk sahabat saya, Vicky


Vicky, kamu tahu, dan sangat tahu. saya labil.
saya sangat kuat dan tahu apa yang saya mau dan apa yang akan saya lakukan untuk sesuatu.
tapi, saya seringkali sangat kebingungan, ragu, bahkan tidak bisa memutuskan saya akan kemana dan melakukan apa untuk suatu hal lain.
Vicky, ini tidak ada kaitannya dengan masalah usia.
tapi Vicky, ijinkan saya menarik semua ucapan saya beberapa waktu lalu.
tentang sesuatu hal.
tentang saya dan beberapa orang.
tentang perasaan saya dan perasaan beberapa orang.
Vicky, saya tidak bisa memilih. maka saya memilih untuk tidak memilih. saya meninggalkan. saya pergi. saya tidak mampu.
bodoh? benar.
tapi sepertinya kamu tahu alasannya
saya masih menyimpan satu hal yang tak bisa digantikan siapapun.
saya tidak bisa memaksa otak dan hati saya menimbang untuk kemudian memilih dan menyelamatkan diri saya sendiri dari sebuah masa dimana saya menjadi sangat labil dan menjadi begitu murahan.
ah, Vicky, kamu tahulah alasannya.
saya belum bisa mampu untuk membuka hati dan otak saya untuk tidak berfikir sempurna.
saya naif, Vicky?
benar.
doakan saja.
saya lebih terbuka dan siap menghadapi segala sesuatunya.
membuktikan kedewasaan saya.
dewasa itu, tahu yang dimau, siap menanggung resiko. sadar benar, sadar salah. mawas diri dan rendah hati, akui kekurangan dan kesalahan.
terakhir,
Vicky, saya kangen berbicara dan belanja bersama kamu…

*meskipun ini ditulis berbulan-bulan lalu. tapi sepertinya masih relevan.

...God is a Director!


am i just an actor?
have i be a director for my own?

...reflection from a night conversation


and, there are many people who don’t like you anymore.
ibu saya pernah bercerita tentang itu. bahwa, tidak semua orang menyukai kita seperti apa yang kita harapkan. pun mereka, adalah orang yang barangkali bermuka manis di depanmu.
ibu saya melanjutkan. tapi bukan berarti kita harus mengikuti mau orang lain. matter fact, to be beloved by them. jangan.
sebaik-baiknya orang adalah, telah berusaha berbuat terbaik (bukan terlihat baik). walaupun, ya. akan tetap banyak, yang tidak suka dengan kita.
finally, finally. i’d never changed for some reason that not-reasonable.
look arogant? everybody have their perspective. right?
:)
*thanks to G, who listen to me. just see with your ‘eyes’, and you’ll learn all the things.

...sms3


what a fuckin honest…

“Tar dlu y blsnya”
*pake dibales gitu segala.
Selasa, 28 Desember 2010

...sms2


Diyah yang baik dan keras kepala.
Pesan ini kutulis dibawah cahaya senja yang keemasan, yang membentuk sepetak lempeng emas diatas teras, di tempat sekarang aku memikirkan dirimu.
Apa yang sedang kau lakukan Diyah? Apakah kamu sedang memasak indomie goreng? Apakah kamu sedang memikirkan gaun malam Chanel terbaru? Atau kamu sedang berada di suatu tempat, entah dimana di balik bumi ini memandang senja yang peralahan jadi malam?
Kutulis pesan ini perlahan Diyah, seolah tuts keypad 7610 bututku juga merindu dan menerjemahkan kangen nya melalui jempolku yang gemuk ini. Adakah kau kini tersenyum Diyah?
Inilah pesanku Diyah, pesan singkat dari seseorang yang mabuk kepayang dan kehabisan kata-kata. Kuharap kamu menerimanya tepat waktu. Sebelum rembulan naik tahta dan cinta fitri diputar diudara. Karena aku tak mau mereka merusak pesanku yang sederhana ini.
Lihatlah Diyah, langit begitu ungu diluar. seperti rinduku.

*hm...ini sms seorang teman.

...lantai empat


melihat sore dari lantai empat…
hampir terjun untuk mengambilnya.
sunan

...sisa tahun lalu


CATATAN AKHIR TAHUN II
Make some resolution:
- making some great!
- more closer to God
- make some money
- S. I. Kom…
- have a nice and great boyfriend.hmm…(????)
 

...sms

ms

tiap tiga detik mengalihkan pandangan ke ponsel
saking kesalnya,
ponsel di matikan dulu
dengan harapan bisa konsentrasi mengerjakan tugas
tapi, tidak sampai satu menit
ponsel dihidupkan lagi

ada sms masuk
senyum dulu sebelum membuka
di kepala terbayang siapa pengirimnya dan apa isinya

dibuka
ternyata bukan dia

***
lalu menulis catatan
masih mringis-mringis
dan kemudian berucap
…bodoooooh….


#dari speaker terdengar: ‘nobody said it was easy, its such a shame for us to part, nobody said it was easy, no one ever said it would be this hard. oh, take me back to the start… i’m going back to the start’

to the start…

minggu, 26 desember 2010

... ketukan tengah malam


dia
yang mengetuk dengan sebuah ketukan-ketukan kecil di tiap malam
semua
bermula dari ketukan di pagi buta
jika tak mau disebut dini hari
dan sebuah kewajiban
dan sebuah gangguan
dan sebuah perkenalan yang entah
dan sebuah entah
dan, dia terus mengetuk
tak hanya pada sebuah tembok yang entah oleh apa dihubungkan pada dunia yang entah juga
dan, dia masih mengetuk…
bahkan, hingga pada tembok yang paling entah…
saya membalas ketukannya
dia membalas ketukan saya
ketukan itu cukup diantara kita saja.
 *di kamar no.23
yang entah oleh apa, dihubungkan langsung dengan kamar no entah di kost sebelah. untuk Anggoro.

melepaskan...


satu minggu yang penuh
senin yang membuncah
selasa yang meluap
rabu yang indah dan meluber
kamis yang tinggi
jumat yang kalah
sabtu yang memuncak
minggu, kembali ke sebuah titik nol yang terkalahkan oleh senin yang sudah berlalu. dan semakin terkalahkan oleh sabtu yang baru saja berlalu.
senin, tak menjadi siapa-siapa lagi.
*mengenang sebuah momen melepaskannya dari sebuah struktur yang tiba-tiba peraturannya menjadi begitu personal. bahkan lebih ‘men-drama’ dari saya yang biasanya ber-drama.

A crazy little thing (called love)

Saya menyebutnya sebagai “unyu”, ketika melihat film ini.

Tentang seorang anak sekolah dasar, entahlah, disebut sebagai M1, M2, M3, dan seterusnya, dalam jenjang studi di Thailand sono, yang saling jatuh cinta dengan segala macam peristiwa konyol nan serasa romantis bagi ABG seperti saya (?). Kenapa unyu? Karena membuat saya tertawa-tawa sendiri di pagi hari sambil menunggu berpuluh-puluh lembar gambar yang harus di print
Tertawa-tawa sendiri dan sesekali sesenggukan pula. Sambil mengingat betapa ribetnya dunia percintaan. Apalagi yang terjadi dengan tokoh-tokoh cerita di film. Anak-anak sangat muda yang mencintai begitu tulusnya. Tidak seperti kebanyakan dari kita, yang barangkali mencintai atas alasan-alasan dan tujuan-tujuan tertentu.
Ada satu kalimat di beberapa scene terakhir, yaitu ketika si tokoh utama, Nam, perempuan yang ketika muda bisa dibilang tidak begitu oke, hingga akhirnya menjadi begitu oke, berucap tentang, “menggunakan cinta sebagai kekuatan untuk berubah lebih baik.” Cerita berakhir happy ending, mengingat ternyata si pemeran pria Shone, juga sebenarnya mencintainya, bahkan sejak ketika mukanya tidak begitu oke tadi. Dan tentang statement si Shone, bahwa, “aku ingin melihatmu mencoba.” Dasarnya memang film, terus ceritanya mereka dipertemukan kembali sembilan tahun kemudian pada sebuah acara televisi. Jadi, ceritanya keduanya menjadi orang hebat. Begitulah, meskipun rada jeglek.
Itu film. Bagaimana dengan that crazy little thing di dunia nyata? Jika ternyata setelah menunggu beberapa tahun, akhirnya Nam berani mengatakan pada Shone bahwa dia mencintai Shone. Seberani dan seyakin apa, atau seteleh apa, hingga akhirnya seseorang menyatakan cinta pada orang lain? Walaupun ternyata ketika itu, Shone baru saja seminggu berpacaran dengan teman sekelasnya.
Atau lebih ekstrem lagi, bagaimana Shone, menjaga perasaannya bertahun-tahun juga, hanya melihat Nam, karena Nam disukai teman dekat Shone. Dan ketika Nam menyatakan cintanya, dia terlanjur pacaran dengan teman sekelasnya, hingga ia berani menunggu hingga sembilan tahun untuk menunggu Nam pulang dari Amerika. Mereka terpisah begitu lama dan mereka dipertemukan kembali. Jika dalam kehidupan nyata dihadapkan pada situasi demikian, berapa lamakah akan mampu bertahan? Barangkali hanya beberapa orang yang mampu bertahan dan menjaganya dengan baik.
Karena hidup yang sebenarnya tidak menghabiskan roll-roll film dan memiliki durasi yang tak terbatas. Kesabaran juga pasti ada batasnya. Semampu apa seseorang, dari kita, menunggu untuk hal-hal demikian? Tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Atau lebih tepatnya. Saya ingin bertanya, seberapa yakinkah kita mencintai seseorang. Hingga berani mengatakannya. Meskipun resiko terburuknya adalah dengan tidak mendapatkannya. Untuk kemudian, seberapa beranikah kita untuk mempertahankannya? Hingga sadar, bahwa, cinta itu cukup memberi banyak kekuatan untuk lebih baik.
Baiknya saya tanyakan pada diri saya sendiri dulu, sepertinya.
Seringkali film terlalu besar mempengaruhi kondisi psikologis. Semoga kemudian tidak menjadi melo-dramatis. Semoga dapat memberi kekuatan tersendiri, yang positif.

Saturday, June 25, 2011

…you can’t have it all #2

Saya meninggalkan satu. Saya meninggalkan satunya lagi. Dan akhirnya saya pun tak mendapatkan satunya lagi.

Itulah yang ada di pikiran saya tiga hari ini. Bahwa benar jika, “kamu menginginkan satu, maka ambilah satu. Karena dua, (apalagi tiga), barangkali akan membunuhmu”. Saya srakah? Barangkali. Manusia mana yang tak ingin punya banyak? Atau tepatnya, saya tidak punya sikap. Saya peragu. Tapi, manusia mana yang tidak peragu?
Dengan dua sahabat terdekat saya, (yang rasa-rasanya kami semakin jarang bertemu, tapi justru lebih banyak bercerita), dengan semangat mereka. Saya mendapatkan bahwa, yang harusnya paling tahu yang saya mau adalah diri saya sendiri. Dan sekarang, sekarang, saya sendiri bahkan tidak tahu apa yang saya mau.
Guess what? Nalar saya nggak kerja, apalagi rasa. Saya menjadi temperamental. Saya menjadi lebih drama queen. Saya lebih banyak melakukan hal-hal yang membuat saya lebih tidak menyenangkan daripada lebih menyenangkan orang lain, bahkan kadang saya senang jika ada orang yang diam-diam ngomongin kejelekan saya di belakang. Saya lebih banyak sinisnya, daripada berfikir positif dan optimis. Intinya, saya banyak berubah.
Saya tanya ke mereka, “bukannya orang selalu berubah? Terus kenapa kalau saya berubah?”. Bagi mereka, tidak ada yang salah dengan berubah. Apapun itu saya percaya mereka selalu ada untuk bersama. Tapi sikap saya itu harusnya bisa diubah. Lebih santai, lebih tenang. Seperti sebelumnya.
Seperti catatan saya sebelumnya, saya memang kehilangan sikap dan ketenangan saya sebelumnya. Saya membandingkan saya dengan saya satu atau dua tahun lalu, saya justru menjadi lebih kekanak-kanakan dan tidak stabil. Saya meledak-ledak. Saya tidak tenang. Dan kenapa, pada akhirnya saya sadar, saya capek.
Saya capek, menjadi siapa dan entah mengejar apa.
Tiba-tiba saya sadar. Barangkali saya bahagia, tentu saja. Tapi, tiba-tiba saya jadi ragu. Jika bahagia adalah mencapai tujuan dari sebuah alasan. Semacam, adanya tujuan ketika memilih pulang. Adanya tujuan ketika bertemu seseorang. Adanya tujuan ketika mengerjakan sesuatu. Adanya tujuan ketika memilih berjalan. Saya tidak punya tujuan, kalaupun punya, saya tidak yakin, itu tujuan saya.
Saya ingat tentang “work hard, play hard”, itu istilah dosen saya sih. Sepertinya dalam “work” itu cuma bertujuan untuk “endthen play”. Sepertinya saya lupa, untuk “learnand “through”.
Selesai itu nggak cuma selesai, tapi ada yang baru untuk dimulai. Yah, so, “I’m going back to the start”. To everything. Live, love, learn, dream, or just enjoying something fun.

I can’t have it all. So, I’m starting now. From nothing…[]

Monday, June 20, 2011

...cheapness (murahan)

Saya yakin. Dalam bahasa Inggris, murahan bukan berarti cheapness. Yah, tapi begitulah adanya saya ingin bicara. Tentang menjadi murahan. About being ‘cheapness’.
Dari mana saya menemukan kata yang rada murahan itu? Adalah dari sebuah percakapan dengan seorang teman. Dan bagaimana, yah, maaf, namanya juga perempuan, kami berbicara tentang tingkah polah teman perempuan lain. Hingga pada satu kalimat panjang, keluarlah kata, “murahan” itu. Celakanya lagi, hal itu adalah untuk menilai orang lain. Celakanya, adalah perempuan-perempuan juga yang mengatakannya.
Saya kaget tentang bagaimana kita harus menilai seseorang menjadi murahan atau mahalan. Yang saya tahu, murahan biasa kita sematkan, maaf, pada ya, tau sendirilah. Dan bagaimana jika itu disematkan pada perempuan yang sama saja dengan kita.
Bagaimana jika murahan, adalah, ketika kita tahu kita suka dengan si A, tapi masih saja mau menerima rayuan si B atau si C. Lalu mau jalan dengan si D, lalu rajin sms-an dengan si E. E, kemudian pacaran dengan si F. Cukup beberapa waktu, putus dengan si F. Mulai lagi dekat dengan si G. Padahal semua orang tahu, kita suka dengan si A. Si A. Catat. A.
Setidaknya begitulah alur untuk disebut murahan. Kenapa bisa? “Kalau begitu, saya murahan juga dong ya?”, saya bertanya pada teman saya itu. Sontak dia jawab, “Bukan, bukan. Kalau kamu beda.” “Ah, apanya yang beda. Kalo parameternya sama. Banyak orang murahan dong. Nggak cuma perempuan murahan. Tapi juga laki-laki murahan.” Dan teman saya masih ngotot untuk kasus orang yang kita bicarakan ini beda. Dengan berbagai alasan yang dia kemukakan.
Ah, baiklah. Selesai dengan mengaggap orang lain murahan. Saya terngiang-ngiang dengan kata murahan. Bukannya memang ada kalanya orang dekat dengan beberapa orang? Lalu kenapa harus disebut murahan. Yah, walaupun pada akhirnya memang anggapan itu akan dikaitkan dengan misal, bagaimana menempatkan diri, bagaimana bersikap, dan bagaimana menjaga self esteem. Tapi, tetap saja, membicarakan orang lain rada tidak fair. Dan itulah yang saya lakukan beberapa hari lalu. Toh ya, pada akhirnya sikap orang memang harus dinilai orang lain. Jangan-jangan saya aja yang nggak tahu, kalau saya, dan kamu, dan kita semua, bisa saja disebut murahan oleh orang atau teman-teman kita sendiri, di belakang kita. Benar?
Tapi, setidaknya ada sebuah pencerahan dari kata murahan itu. Yaitu, semacam doa, “Ya Tuhan, jangan sampai ada yang membicarakan saya di belakang saya. Dan mengatakan saya murahan”. Lalu doa, diikuti semacam niat. Untuk kemudian ingin ditanamkan di dalam pikiran. Dan mencoba dilakukan dalam perbuatan, yaitu tadi, dengan membawa diri, bersikap, dan menjaga self esteem.
Walaupun pada akhirnya, udah deh, terserah-serah aja orang mau ngomong apa. Dan kemudian membela diri. Bagaimana kalau murahannya dalam hal ini adalah, murah hati, murah senyum? Masih sama murahannya kah?

…being single now.


“Zookeeper hear me out, how dare you go? Cold in the rain.” (The Zookeeper’s Boy-MEW)

Teman saya putus dengan pacarnya. Saya bertanya, “Kamu yakin, mau putus dengan pacarmu?”. “Kamu yakin, kamu tidak akan menyesal, meninggalkan orang yang kamu sayang?”. “Kamu yakin?”. Ternyata kita cuma butuh keyakinan. Dan meyakinkan orang.
Dan bagi dia. Berpisah, atau setidaknya, tidak terikat hubungan “berpacaran” atau “in a relationship with…” lagi, merupakan cara terbaik. Kesadaran bahwa, “He is, not Him”, menjadi alasan, ketika hubungan tidak lagi memiliki komunikasi yang lancar dan pada satu titik, sampailah pada kesadaran, sepertinya bukan dia, sepertinya sudah tidak ada lagi keinginan untuk bersama.
Lalu, sebenarnya apa yang mendasari ketika kita memilih seseorang, obrolan kami berlanjut. Pada dasarnya alasannya sama, kita suka, atau mungkin menemukan banyak kesamaan, dan pada akhirnya, memilih untuk berkomitmen bersama. Dan ketika rasa suka itu ternyata perlahan-lahan hilang, kesamaan-kesamaan tidak lagi cukup menjadi alasan untuk tertap bersama, dan pada akhirnya, “relationship” menjadi beban tersendiri. Ya beban harus perhatian lah, ya beban untuk menjaga agar hubungan tetap harmonis, ya beban untuk lebih mengerti dan memahami, ya beban untuk menjaga diri kita sendiri dari hal-hal yang tidak mengenakan. Sayangnya, seringkali ada ketidakseimbangan antara dua orang dalam hubungan itu, agar menjaganya tetap stabil di titik yang seimbang.
Bagi saya sendiri, sebuah relationship adalah tanggungjawab. Meskipun itu bukan sesuatu yang dideklarasikan secara resmi sehingga akan ada perayaan bulanan atau tahunan. Karena beberapa teman ternyata memilih untuk tidak memiliki keterikatan semacam itu. Yah, barangkali mereka akan melakukannya dalam satu lembaga yang lebih berkualitas, ketimbang pacaran gaya anak ABG. Tapi, di sisi lain, relationship yang mengerti peran masing-masing akan lebih berkualitas, ketimbang “no relationship, but loving each other” itu. Setidaknya kita tahu harus bersikap apa dan sadar diri atas sikap-sikap itu. Di situlah letak tanggungjawabnya. Jadi, ketika memilih untuk berpisah atau membentuk hubungan yang entah seperti apa dalam bayangan masing-masing pribadi, tanggungjawab itu mutlak diperlukan. Termasuk ketika memilih berpisah.
Ketika saya beranjak meninggalkan teman saya setelah percakapan yang cukup panjang. Tidak hanya tentang dia, tapi juga tentang saya. Kami berpandangan dan saya bertanya, “Apa yang akan kamu lakukan jika dia (mantan pacarnya) memilih untuk tidak menerima kalian berpisah?”. Dan dia bilang, “Ya. Itulah letak kesulitan terbesarnya. Meyakinkan dia bahwa berpisah lebih baik dengan bermacam alasanku. Karena, sepertinya dia masih belum bisa menerima alasannya. Dan membuat aku galau dengan alasan-alasannya lagi,” jawabnya. Bukankah seringkali terjadi demikian?
“Apalagi dengan jawaban, ‘aku akan bahagia, yang penting kamu bahagia’,” lanjutnya. Kami sepakat, kalimat macam itu adalah kalimat klise yang menjengkelkan. Bagi saya, itu merupakan semacam alasan bodoh dan tidak masuk akal. Semacam ingin berteriak, “Lebih baik kamu marah sama saya. Dan dua tahun lagi kita baikan dan berteman.” Yah, sedikit sarkas dan tidak fair.
Tentang being single now, apalagi selain alasan bahwa kita bisa memiliki ruang selebar-lebarnya untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, setidaknya bagi diri kita dan kemudian orang lain. Walaupun dalam beberapa hal, berangkali kata “galau” sering menjadi guyonan beberapa teman single, dan baiklah, saya juga tentunya. Tapi, pernah kepikiran nggak si, bahwa di ruang yang lebar itulah seharusnya kita memperbaiki kualitas diri dan mulai fokus pada hal-hal yang kita inginkan. Termasuk mengakhiri single itu tadi barangkali. Karena, percalah, menjadi diri sendiri membutuhkan lebih banyak tanggungjawab.
If, being in a relationship is about being take a responsibility, being single si about take more responsibility. Dan, (kembali) akan ada dua perempuan menyedihkan yang main game hingga pukul tiga pagi lagi… Make sure for everything you take sista’J
How dare we go, cold in the rain. That’s the risk and the responsibility… []

Thursday, June 16, 2011

Sekuat apa, kamu (kita) mampu menahan air mata?


Teman satu kost saya, yang sayangnya rasanya saya kurang banyak ngobrol dengan dia, mampu melakukannya. Setidaknya itu yang saya lihat.

“Minta doanya aja ya”, ucapnya, ketika saya mengucapkan turut berduka atas meninggalnya ayahnya beberapa hari lalu. Lalu tadi kamu bercakap sedikit. Tentang hari-hari terakhir ayahnya. Tentang bagaimana dia begitu menerima semuanya. Pun masih kekuatan yang sama seperti yang saya lihat beberapa hari lalu, satu hari setelah meninggalnya sang ayah.

Tiba-tiba saya lupa bersyukur. Lupa berucap terimakasih. Terlalu banyak mengeluh. Selalu merasa kurang. Selalu merasa terlalu berat dengan semuanya. Padahal, seringkali semuanya berlalu begitu saja. Seperti detik jam saja saya, dan barangkali juga semua, melewatinya.

Dan saya ingat ayah saya. Banyak hal terjadi antara kami. Dan pada akhirnya saya sadar, saya sangat menyayangi dia. Entah saya yang melankolis atau apa. Saya mengirim pesan pada  ayah saya. Bahwa saya begitu menyayanginya. Ada yang serasa berbeda.


Sejauh apa saya mampu menahan air mata? Kadang bersyukur juga membutuhkan air mata bukan? 

Kacaunya “galau”


“Let me be the one, to call you baby all the time”-The Used
Inilah barangkali galau itu. Sebuah kata yang bagi saya cukup merepotkan. Bagaimana tidak? Dengan galau semua perasaan menjadi kacau. Seperti ketika saya kirim pesan penyemangat pada teman saya, balasannya, “lagi galau ya?” Hah, kok bisa? Saat itu saya baik-baik saja. Saya menyanyi, ditanya lagi, “lagi galau ya?” Aduh. Galau lagi.
Teman saya yang anak Sastra Indonesia pada satu sore menjelaskan bahwa, dalam KBBI, galau berarti takut. Ya, dia benar-benar mencari makna kata “galau”. Saya jadi ketularan untuk mencari di kamus Bahasa Indonesia (2008), dan inilah definisinya:
galau a, bergalau v sibuk beramai-ramai; sangat ramai; berkacau (tidak keruan)
Ya, jikalaulah pengen ke kamar mandi juga disebut galau. Maka perasaan kacau ketika mendengar lirik lagu macam lagunya The Used di atas itu juga barangkali galau. Walaupun perasaan saya tidak ramai dan tidak kacau. Hanya semacam mikir, “Kok ada kepikiran bikin lirik semacam itu?”
pada akhirnya saya jadi galau, untuk mencari makna kata “galau”.