Thursday, June 16, 2011

Sekuat apa, kamu (kita) mampu menahan air mata?


Teman satu kost saya, yang sayangnya rasanya saya kurang banyak ngobrol dengan dia, mampu melakukannya. Setidaknya itu yang saya lihat.

“Minta doanya aja ya”, ucapnya, ketika saya mengucapkan turut berduka atas meninggalnya ayahnya beberapa hari lalu. Lalu tadi kamu bercakap sedikit. Tentang hari-hari terakhir ayahnya. Tentang bagaimana dia begitu menerima semuanya. Pun masih kekuatan yang sama seperti yang saya lihat beberapa hari lalu, satu hari setelah meninggalnya sang ayah.

Tiba-tiba saya lupa bersyukur. Lupa berucap terimakasih. Terlalu banyak mengeluh. Selalu merasa kurang. Selalu merasa terlalu berat dengan semuanya. Padahal, seringkali semuanya berlalu begitu saja. Seperti detik jam saja saya, dan barangkali juga semua, melewatinya.

Dan saya ingat ayah saya. Banyak hal terjadi antara kami. Dan pada akhirnya saya sadar, saya sangat menyayangi dia. Entah saya yang melankolis atau apa. Saya mengirim pesan pada  ayah saya. Bahwa saya begitu menyayanginya. Ada yang serasa berbeda.


Sejauh apa saya mampu menahan air mata? Kadang bersyukur juga membutuhkan air mata bukan? 

No comments:

Post a Comment