Thursday, April 28, 2011

... kalah

Ketika kita kalah. Kita harus tahu untuk bersikap. Untuk teman saya yang (merasa) kalah karena cinta. Semuanya belum berakhir.
Saya tidak begitu dekat secara pribadi. Dalam beberapa percakapan. Tentang belajar, tentang cita-cita, tentang komunikasi, tentang pemikiran-pemikiran, saya percaya dia akan menjadi orang hebat di masa depan.
Dia merasa menjadi satu yang cacat diantara beberapa orang hebat. Karena anggapan orang lain atas sikap-sikapnya. Sayangnya saya masih belum mengerti dan menerima pendapatnya. Atas dasar apa orang lain semena-mena menganggap kita kurang, sementara kita banyak berbuat?
Benar memang kalau semua orang mencari yang sempurna. Mencari yang terbaik. Tapi apa iya kita selalu berpura-pura mencoba sempurna atau berbuat terbaik? Naif sekali. Apa kita hidup selama-lamanya untuk membahagiakan orang lain?
Diam dan berbuat. Diam untuk tidak mempedulikan pendapat negative orang lain. Biar-biar saja oranglain mau melihat segala keburukan kita, setelanjang-telanjangnya. Lebih baik kita dikenal buruk, daripada dikenal baik tapi hanya kamuflase, ketidakberdayaan aktualisasi diri. Berbuat, lakukan semua yang bisa kita lakukan. Ingat kembali, apa tujuan kita. Misal, kita di satu pekerjaan untuk mencari uang, maka mari segiat mungkin mendapatkan uang itu. Kita di satu waktu untuk belajar, maka kejar ilmunya. Nggak kotor, nggak belajar. Sama saja, nggak salah, nggak belajar. Dengar dan lakukan, jika yang banyak orang omongkan itu memang dirasa benar. Cukup dengar lalu abaikan, jika  yang banyak orang omongkan itu dirasa keliru.
Pada akhirnya, karena apapun kita kalah. Seringkali hanya karena kita merasa kalah, lalu kalap. Seandainya kita tidak diajarkan untuk kalap setelah kalah. Tidak akan ada istilah kalah. Untuk teman saya, belajarlah dimana saja jika disini (kamu rasa) bukan tempatmu lagi …. []

1 comment:

  1. kata Chairil. Hidup hanya menunda kekalahan.
    Kata saya sih, kalah itu sekedar perspektif. Bisa ya bisa tidak bisa apapun juga.

    ReplyDelete