Wednesday, May 4, 2011

... kasar?

 
 “Kucing uasu…!”, teriak Butet.
Hampir semua penonton tertawa. Barangkali mereka teringat ketika kata itu keluar dari mulut mereka. Teringat ketika marah dan sengaja mengeluarkan berbagai macam kalimat semacamnya. Yah, walaupun dalam beberapa konteks, kata-kata itu menjadi kasar dan tak selalu kasar.
Saya tadi nonton monolognya Butet , judulnya “Kucing”, di kampus. Jarang-jarang ada acara semacam ini di kampus. Saya yang niatnya nonton. Jadi beneran nonton. Sama seperti pertunjukan teater lainnya, isinya mengkritik. Rremeh temeh saja. Semacam hubungan di “kasur” dengan istri bagi pasangan yang tak lagi bisa disebut muda. Tentang hubungan dengan tetangga. Tentang (buku) sastra yang tetap saja kurang diminati banyak orang. Mempertanyakan keadilan dalam hidup, sepertinya memang ini yang ingin disampaikan, bahwa selalu ada yang dijadikan korban untuk mendapatkan kemenangan. Harus selalu ada yang dibandingkan untuk disebut lebih.  Saya belum sempat baca sampai habis buku acaranya. Keburu ngobrol sama teman saya, si Syauqi dan Maman. Setidaknya hal-hal tadi yang bisa saya tangkap.
Yang paling menggelitik buat saya, tentang, “Nggak bisa ngomong kasar, lha wong saya priyayi o…”.
Saya ngomong kata kasar kok kalau lagi marah. []

No comments:

Post a Comment