Saturday, April 23, 2011

...tidak pernah kalah


Siapa yang mau kalah? Siapa yang mau menjadi pengecut? Ada?
Tentu jawabannya adalah tidak.
Begitupun saya.

Sayangnya, sebagai manusia yang tentu saja masih harus banyak belajar, harus merasakan saatnya kalah. Menjadi gagal. Apakah karena bahwa hal tersebut adalah hal yang sangat manusiawi, saya kira hal tersebut tidak cukup dijadikan alasan. Jika ada kalanya menjadi pemenang, bukankah ada alasannya. Pun begitu dengan menjadi kalah, pasti ada alasannya. Mengetahui mengapa kita kalah. Itu lebih penting daripada menghibur diri dengan kalimat, bahwa sangat manusiawi menjadi kalah.
Sikap dan siap menjadi kalah pun tak kalah penting dalam menghadapi kekalahan itu. Apa kita pernah siap menjadi kalah? Seringkali harapan menjadi pemenang lebih dominan daripada kesiapan menghadapi kekalahan. Bagaimana menyikapinya, bagaimana menerima kekalahan itu? Tidak semuanya mampu.
Sekuat apapun orang, atau tepatnya adalah saya, menjadi orang yang kuat dan menerima kekalahan, atau setidaknya kegagalan. Pasti akan ada saat ketika harus tidak terima dan tidak akan pernah menerima kekalahan itu. Ketika harus menangis terisak sendirian tanpa harus tahu marah pada siapa, atau setidaknya bercerita pada siapa. Hanya karena alasan tidak mau orang lain tahu saya kalah, orang lain tahu saya tidak menerima kekalahan itu. Yang berarti saya semakin kalah. Sudah kalah, masih tidak mau menerima kekalahan pula.
Seperti bagaimana seseorang, atau contohnya saya lagi, berusaha menghibur diri sendiri sedemikian rupa untuk menutupi kekalahan itu. Tetap tersenyum lebar. Sampai hampir menangis ketika ada yang bilang, “Seneng deh, ngelihat kamu, ketawa terus. Ceria terus”. Saya kok malah bingung. Iya si, seringkali saya malas untuk terlalu memikirkan sesuatu yang kalau dipikirkan malah membuat saya menjadi seseorang yang kalah. Buat apa?
Tapi. Di satu waktu ketika saya benar-benar merasa pada kondisi tidak nyaman. Ditekan. Merasa tidak diterima. Merasa ada yang salah. Merasa ada yang harus diperbaiki. Merasa keliru. Saya kebingungan harus membenarkan dengan apa, siapa, bagaimana? Saya terlalu egois untuk menjadi orang yang kalah. Bukankah demikian?
Jika sudah demikian, yang ada hanya mengeluh dan menyalahkan diri sendiri. Sendiri dan kalah.[]

No comments:

Post a Comment