Tuesday, August 9, 2011

...unwanted

Kemarin malam, saya ngobrol panjang dengan seorang teman. Sampailah pada pembicaraan seputaran kampus. Dia bilang, “Jadi, bu T katanya bakal me-list ulang dosen-dosen yang udah penuh (sebagai pembimbing skripsi), yang masih longgar, dan yang tidak diminati mahasiswa.” Hah? Apa? Tidak diminati?

Saya sempat mikir bentar. Yah, nyatanya memang benar. Kadang, ada saja yang menjadikan seseorang tidak diminati. Dosen saja ada yang tidak diminati. Lalu pagi ini saya terpikirkan tentang hal tersebut. Kenapa seseorang menjadi tidak diminati? Apakah kita, sebagai manusia juga ada kalanya tidak diminati?
Tidak diminati sebagai teman. Tidak diminati sebagai pimpinan. Tidak diminati sebagai partner bekerja. Tidak diminati sebagai tempat curhat. Tidak diminati sebagai pacar, mungkin. Terus, misal kita melihat satu orang, dia memiliki banyak teman. Dia memiliki sahabat yang akan selalu ada ketika dia butuhkan. Dia dipercaya teman-temannya yang lain sebagai pimpinan dan tempat berkeluh kesah yang baik. Dia punya pacar yang baik juga. Betapa sempurnanya kita melihat.
Apakah berarti orang yang sempurna itu, berarti dia adalah orang yang diminati? Lalu orang yang terlihat menyedihkan itu adalah orang yang tidak diminati?
Kok ya, kejam sekali ya, kalau saya mengklasifikasikannya dengan parameter “diminati” dan “tidak dimiminati”. Apa iya, seseorang yang diminati itu adalah orang yang begitu baiknya, begitu eloknya dia, sehingga dia menjadi diingini. Dan orang yang tidak diminati itu adalah benar-benar orang yang buruk?
Misal gini deh. Sebutlah bunga mawar, yang selalu kelihatan indah. Bahkan warna-warnanya yang berbeda-beda memiliki makna berbeda. Untuk melambangkan cinta, kasih sayang, persahabatan, atau penghormatan. Sadar nggak si, kalau di sekujur tubuh bunga mawar itu ada duri-duri kecil. Baiklah, maksudnya disini adalah setangkai bunga mawar loh ya. Bukan kelopak mawar yang siap dibawa nyekar ke kuburan.
Dan, mari kita umpamakan jika manusia adalah setangkai mawar. Percayalah, seindah-indahnya ia terlihat. Betapa diinginkannya dia oleh banyak orang, pasti dia punya duri yang siap menusuk kapan saja. Punya titik lemah yang menjadikannya tidak sempurna. Dan hei, meskipun berduri, yang membuat orang lain tidak menginginkannya, bukankah pada akhirnya kita harus melihat kelopaknya yang indah itu?
Menjadi diinginkan ataupun tidak. Rasanya memang terserah yang memilih kita. Tapi kita, sebagai manusia. Rasanya tidak harus ngoyo untuk menjadi orang yang paling diinginkan deh. Dan tidak ngoyo untuk menuntut orang yang kita miliki sebagai orang yang paling sempurna juga.
Mungkin kita diminati sebagai teman yang menyenangkan, yang bisa membuat tertawa teman-teman, tapi tidak sebagai pendengar yang baik ketika teman kita bercerita? Mungkin kita juga adalah seorang pimpinan yang sempurna menjalankan tugas, tapi bukan pimpinan yang mengerti kebutuhan anggotanya? Mungkin kita adalah orang yang baik mendengarkan dan memberikan nasihat kepada teman yang membutuhkan, tapi terkadang justru menjadi orang yang paling arogan dan sok tahu?
Atau barangkali kita juga, punya teman yang akan siap sedia membantu dan menyemangati kita, tapi, hei, kita ngelihat dia, dan dia gagal menyemangati dirinya sendiri? Kita punya pacar yang cueknya minta ampun, malasnya minta ampun, tapi kamu kelaparan di tengah malam, dan dia orang pertama yang siap mengantar nasi goreng? Mungkin kita punya pimpinan yang sok tahu, suka menjudgement teman-teman yang lain terlalu pribadi sampai bikin kita yang dengerin malas dengerin dan mending ngomong sendiri, tapi sebenarnya dia cuma ingin agar pekerjaan berjalan lancar.
Yah. Sempurna dan tidak sempurna. Rasa-rasanya pasti akan ada yang selalu menginginkan kita.
Saya rasanya pernah baca, people being perfect with their imperfect. Mawar menjadi mawar karena durinya.
Entah itu dosen. Dan saya juga.

No comments:

Post a Comment