Thursday, August 4, 2011

...judul

Saya bisa merasa, karena saya membaca. Mana tulisan bagus, mana tulisan jelek, dalam versi saya. Termasuk saya juga tahu, tulisan saya jauh dari bagus. Tapi bukan berarti membiarkan tulisan yang akan dicetak menjadi seperti tulisana saya bukan?

Ini yang ingin saya sampaikan pada seorang teman. Tapi sepertinya sms balasan saya di tengah malam terasa seperti protes tak beralasan. Dan saya malas menjelaskan dengan mulut saya. Karena kadang mulut tidak cukup bijak berucap. Entah dia membaca catatan ini atau tidak. Entah temannya yang lain membaca tulisan ini atau tidak. Tapi sesungguhnya karena saya peduli.

Awalnya adalah tentang judul yang kepanjangan. Dan kadang terasa tidak terlalu penting, karena semakin jauh dari konteks yang ingin disampaikan. Maka saya membaca dan belajar dari tulisan-tulisan lain. Bahwa seringkali cukup dengan tiga atau empat kata sebuah judul begitu mengena. Tepat dengan seperti yang ingin disampaikan. Menarik untuk menghabiskan tulisan dari lead hingga paragraf terakhir.

Tapi bagaimana jika saya mengkritik tentang judul yang kepanjangan, sementara tulisan saya satu tahun lalu memiliki jumlah kata lebih banyak? Saya tidak bisa bilang apa-apa, kecuali bahwa, “Tulisan saya masih banyak kekurangan, dan mari kita belajar lebih baik kali ini.” Tapi tiba-tiba saya seperti menggurui. Sebuah sikap yang sering tidak saya suka dari diri saya, tapi lebih sering keluar dari sikap saya. Itulah kenapa saya bilang, kadang mulut tidak cukup bijak dalam berkata-kata. Saya saja tidak bisa menahan keburukan saya.

Saya percaya teman saya itu tidak terlalu mempersoalkan, kecuali dalam diskusi selanjutnya, kami mempertimbangkan makna tiap kata yang akan ia gunakan untuk judul tulisannya. Dan kita semakin dibingungkan untuk itu.

Selanjutnya adalah tentang sulitnya membuat judul. Sebenarnya saya benci ketika mendapat tulisan tak berjudul. “Yaudah si, nggak usah nulis. Kalau nggak bisa kasih judul,” batin saya. Pertama, saya tidak tahu, fokus tulisan itu akan tentang apa. Kedua, kemungkinan besar kita tidak akan terterik membaca tulisan tak berjudul (misal di Koran loh ya). Dan ketika saya berfikiran seperti itu, adalah ketika saya lupa, bahwa dalam posisi kali ini, adalah tentang belajar. Saya lupa kalau saya sendiri pernah membuat judul tulisan “untitled” atas sebuah catatan saking bingungnya untuk memberi judul. Yah, tapi setidaknya saya berusaha berfikir sampai dapatlah kata “untitled”. Saya percaya, judul, seperti halnya ide dan sudut pandang, adalah tanggungjawab setiap orang yang berniat menulis. Adalah cara mereka bersenang-senang dengan tulisan. Tulisan apapun, kecuali surat cinta barangkali.

Maka selanjutnya adalah tentang berdiskusi. Saya bukan penulis. Saya bukan pemilik ide dan gagasan, saya hanya pembaca pertama yang memberikan penilaian dan pertanyaan. Maka saya membutuhkan diskusi. Tapi entah mengapa, hanya satu berbanding empat saya bisa mendapatkan diskusi yang lancar dan bisa disebut “diskusi”. Bagaimana saya bisa tahu apa yang penulis inginkan, jika mereka tidak memberitahu apa yang mereka inginkan.

Percayalah, kita bisa menarik ribuan makna dari sebuah tulisan. Maka kadang saya keliru mengapresiasi sebuah tulisan. Ketika saya mengartikan A, ternyata ia yang menulis berniat menyampaikan B. Saya kira fungsi saya untuk membaca pertama kali adalah untuk mengetahui bahwa ia, si penulis, ingin berkata B. Maka, setidaknya kita telah mengurangi ratusan orang lain di luar sana yang nantinya akan membaca untuk mengartikan A. Karena, “Hei, si penulis lagi cerita tentang B. Jadi, berfikirlah tentang B wahai pembaca!” Meskipun barangkali nantinya akan ada pengartian C, D, dan E. Setidaknya kita telah berusaha untuk menjadikannya B di dapur kita.

Redaksi membentuk, pembaca menginterpretasi. Untuk itulah, kenapa saya begitu cerewet mengingatkan kalian tentang mari kita satukan pendapat terlebih dahulu. Setidaknya, kita tengah berusaha melahirkan sesuatu yang kita sama-sama tahu. Sesuatu yang kita sama-sama tahu, kita berusaha bersama. Kalian terutama.

Bukan saya, karena saya hanya membantu membaca untuk pertama kalinya. That’s a pleasure for me.

Sebagai orang pertama yang tahu, bahwa dengan kata-kata ribuan cerita bisa tercerna dengan tulisan kalian. Kalian yang mungkin tidak membaca tulisan saya ini.

Selamat dan semoga. 

No comments:

Post a Comment