Saturday, August 6, 2011

...ibu saya ulangtahun


Hari ini ibu saya ulangtahun.

Dan saya lupa.

Apapun alasan saya. Bahwa saya memang tidak ngeh ini tanggal berapa. Tapi di sore hari, saya baru tahu bahwa ini adalah tanggal lima. Dan ini tanggal lahirnya. Tetap saja, saya lupa.

Tidak pernah ada yang terlalu istimewa semacam pesta atau apa. Hanya sebuah syukur kecil bersama keluarga kecil kami. Ayah saya, adik laki-laki saya, dan adik perempuan saya. Sebuah syukur yang lebih istimewa dari pesta macam apapun. Tidak pernah ada kado yang lebih juga. Kadang hanya masakan tak jelas saya dan adik saya, sepasang selop, atau sekedar set pisau masak. Yang kami kumpulkan dari tabungan yang ada. Dan kami tahu, saya dan adik saya tahu, ibu kami tidak pernah menginginkan kado lebih dari semua itu.

Yang kami tahu adalah, ibu hanya ingin kami selalu menjadi anak-anak terbaiknya.

Dan itulah mengapa, kami selalu merasa tidak pernah cukup memberikan kado untuknya, kado termahal yang mampu kami beli sekalipun.

Kadang, dan selalu. Satu kalimat yang selalu membuat kami terdiam dan tersadar, bahwa kami bisa menjadi terbaik, adalah ketika ia berkata, “Mama tidak bisa memberikan kalian apa-apa.” Ketika itulah kami sangat sadar bahwa, jika apa yang telah semua dia berikan adalah “bukan apa-apa”, maka yang kami berikan adalah lebih “bukan apa-apa”. Dan kami semakin ingin menjadi anak-anak terbaiknya. Ya, kami. Saya, adik saya, dan adik saya satunya.

Sesungguhnya saya kangen dia. Walaupun bagi keluarga kami ulangtahun bukanlah ritual yang sangat-sangat penting. Tapi nyatanya, setiap waktu kami saling mengingatkan. Dan bagi ibu saya, setiap momen adalah tentang masakan dan doa. Masakan yang pada akhirnya menjadi begitu istimewa, meski di hari biasa barangkali itu adalah makanan biasa. Dan doa, dia tahu ada doa tentang ketika kelahiran, ketika tahun baru, ketika menjelang lebaran, ketika bulan purnama, dan ketika berulangtahun. Ia selalu mengingtkan akan beberapa bacaan, yang tidak saya hafal.

Sesungguhnya juga, ia membuat saya cemas. Cemas, secemas-cemasnya. Jika ia menjadi seorang ibu yang juara bagi saya akan sosoknya yang luar biasa. Saya cemas, saya hanya akan menjadi ibu yang biasa saja suatu waktu nanti, karena saya tidak memiliki apa yang ia miliki untuk menjadi juara bagi saya.

Cemas ketika pada waktunya, saya hanya menjadi anak yang tidak begitu baik nantinya. Karena pada siapa lagi, jika tidak pada anak-anaknya, orang tua akan berbangga? Saya cemas, karena saya juga semakin dewasa, dan pada satu waktu nanti, saya akan meninggalkannya, benar-benar meninggalkannya. Saya cemas, apa saya bisa memegang semua nasihat-nasihatnya.

Meskipun saya juga tahu, ia bukanlah ibu yang akan kecewa. Ia adalah orang yang sejak kecil mengajak saya tersenyum dan bersyukur atas semuanya. Mengajari saya untuk tidak pernah bersedih dan menekuk muka. Meskipun kita akan menangis di belakang, maka pertama-tama tersenyumlah. Ia adalah tentang kebahgiaan dan menjadi bahagia. Bahagia, seperti arti namanya, Sangadah.

Dan saya beranjak besar. Saya jarang bertemu. Saya menjadi entah siapa yang terus berubah. Saya memiliki pandangan berbeda dengannya. Dan dia memahami. Dan pada akhirnya saya pun harus setuju dengan dia.

Dia, adalah orang yang membuat saya tahu enaknya masakan Jawa dibanding masakan manapun, dan saya suka semur jengkolnya. Orang pertama yang saya hubungi jika saya demam, bahkan hanya kecapekan. Orang yang selalu saya mintai pendapat tentang, apakah saya boleh pacaran. Orang pertama yang saya cemaskan ketika hal-hal buruk terjadi pada saya. 

Dan dia, adalah orang yang selalu akan bilang, tentang tidak lagi memakan mie, tentang target-target saya, tentang berdoa pada Tuhan, tentang ibadah, tentang belajar, tentang hal-hal kecil, dimana hanya dia yang selalu peduli dan selalu peduli.

Dan saya. Saya lupa hari ini dia ulangtahun.

Dan semoga kado terbaik bagi dia, adalah adanya saya dan dua adik saya baginya. Kami baginya. Karena menjadi terbaik bagi kami, adalah menjadi bagian dari dirinya. Meskipun kami bukan manusia-manusia terbaik.

05 Agustus 2011

No comments:

Post a Comment