Saturday, August 6, 2011

...behind that "Atuna"


Adalah Resita Wahyu Dianti, yang entah mengapa, lebih senang dipanggil Siti. Pada satu waktu, kami mencari potongan nama yang paling nggak oke dari seluruh nama kita. Dan adalah potongan kata “Otun” dari nama saya, jika lebih pendek, menjadi “Tun”.

Sebuah potongan kecil yang mengingatkan kita akan tubuh besar Atun di sinetron Si Doel Anak Sekolahan, dengan panggilan panjang “Tuuuuuuuun….”, atau panggilan genit mas Karyo, “Aaatuuun…”. Manis sekali.

Dan saya memanggil dia “Sitio”, agar terdengar lebih telenovela, semacam “Augusto”. Maka dipanggilah saya “Atuna”, agar terdengar semacam “Esmeraldaaaa…”

Maka, resmilah nama yang crunchy dan begitu easy listening bak lagu-lagu Afgan itu menjadi nama resmi panggilan di Pondok Kemuning (ini kost saya yang belum dibayar). Sejak sekitar dua tahunan lalu. Toh, percayalah, diantara kami, jarang memanggil menggunakan nama asli.

Beberapa diantaranya: Resita Wahyu Dianti cukup dipanggil Siti; Intan Ayu Nugraheni cukup dipanggil Intin; Dinar Kartika Apriliani Wijayanti cukup dipanggil Bayi; Kenyo Ratih Kuncoro Manik cukup dipanggil Enyot (jangan pikirkan macam-macam); Ferra Afrina cukup dengan Fe; Aliet Lutfiah Hafie cukup dipanggil Tet (dari kata Teteh); Risma Hasnawati cukup dipanggil Tet/Teh juga (sebutan kakak di Sunda); Nyayu Adhe Ilmiyati cukup dipanggil Yuk (sebutan kakak perempuan di Palembang); Novita Rinindya Cahyanengrum cukup dipanggil Yuu (dari kata mbakyu); Nindya Peni Christiana cukup dipanggil Ndut.

Dan begitulah nama itu berkembang dua tahun lalu. Walaupun jika dipahami benar-benar, hanya Intan dan Dinar yang tidak serta-merta memanggil saya Atuna hingga sekarang.

Tapi tidak dengan lingkup pergaulan saya yang lain, yaitu adalah kampus, tepatnya lagi adalah prodi Komunikasi. Berawal dari bahwa ketika Kenyot masuk Kemuning satu setengah tahun lalu, dan ia menyadari bahwa teman sekelasnya di kost dipanggil Atuna, dan begitu cantik terdengar. Begitupun dengan Nindut yang tinggal di kamar bagian depan. Maka mereka mulai memanggil saya Atuna. Di kamar mandi. Di tempat parkir. Di kelas. Dan di hatinya.

Maka seantero kelas mendengar suara mereka. Dan mereka semua tersadar, bahwa nama itu begitu crunchy di telinga. Ya, hingga sekarang. Bahkan ketika harus memanggil nama saya di mata kuliah adver, ketika kami harus estafet memilih teman untuk presentasi acak di depan kelas, maka Dwi Aji Hermawan aka Tujek aka Dodi Kangen Band, memanggil saya dengan bangga, “Atuuunn”.

Tidak ada yang aneh si bagi saya ketika harus dipanggil apa saja. Tapi percayalah, saya akan memilih nama “Diyah” ketika harus berjabat tangan dengan seseorang untuk pertama kalinya. Tapi saya juga senang, ketika seorang teman SMP dan SMA memanggil saya “Syam”, atau teman lain yang suka teriak-teriak di kampus dan memanggil nama saya ala bencong prapatan, “Oooootuuuuuuuunnnnn….”, lalu lari memeluk ala bencong prapatan juga. Atau ketika satu teman SMP saya memanggil saya “ninine” (nenek), karena saya terlampau cerewet. Atau ketika beberapa teman dengan sinis memanggil saya “nyonyah”, karena alasan entah apa. Atau seorang teman hampir tidak pernah memanggil nama saya, tapi hanya cukup dengan kata “mbanya”. Serta mereka yang tetap taat pakem, dengan panggilan “Di” ataupun “Yah”. Apapun. Dan saya tahu mereka memanggil saya. Dan saya tahu mereka sayang saya.

Tapi, mari berterimakasih pada semua yang memanggil saya Atuna. Nama itu terdengar seperti berjodoh dengan Afgan. Jika dipanjangkan, bisa menjadi Atuna Syahreza.

Dan, laaaa mercioooo da sitiooooo… (??), terimakasih Mbak Sita, jika nenek saya memberikan nama yang begitu indah maknanya, maka kamu memberikan nama yang lucu dan gembira. Atuna. Terasa seperti musim semi di Belanda, ketika tulip-tulip kuning bermekaran. Atau terasa seperti pohon Oak yang menggugurkan daun-daunnya. Oh, bukan, itu Autumn.

7 comments:

  1. Saya suka dengan gaya penulisannya yang mengalir begitu saja. Temanya juga unik. Tentang sesuatu yang jarang kita pikirkan. Salam kenal ya..

    ReplyDelete
  2. salam kenal kambali mas bro... :D

    ReplyDelete
  3. Suka dengan postingan ini!

    Apapun panggilannya yg penting kita saling menyayangi... ya nggak??? hahaha *preeeeet*

    Klo diperhatikan, kita tuh punya panggilang kesayangan yg masing-masing berbeda. Misal, aku punya manggil Sita dg "Inyuuu", Vita dg "Unyil", atau Dinar dg "Bayi"... ; )

    Sementara, Sita & Vita manggil aku dg "Mima".
    Btw, aku juga nggak manggil kamu "Atuna" lho. Ak lebih sering panggil km "Yah" or "Syam" klo di FB.

    ReplyDelete
  4. hai mas Gendoon... :D :D ahahhaha...

    teteeeh... apapun panggilannya. yang penting kita sayang... :D :D

    ReplyDelete
  5. iyaaa, kita saling menyayangi sampai sekarang embak embak kuuu . . .

    ReplyDelete
    Replies
    1. alhamdulillaaah... kakak dinaar...

      aku mau cerita sesuatu ke kamu. aahhhhaaa... tapi besok2 lah... :))

      Delete