Monday, November 28, 2011

.. sehat reproduksi?


Belum selesai dan belum mengerti tentang pap-smear. Itu loh, tentang mengecek kangker mulut rahim dengan alat-alat tertentu yang, ya gitu deh. Tiba-tiba saya rada mringis mengetahui fakta, bahwa, 59,9% perempuan penderita HIV/Aids adalah ibu rumah tangga, bukan pekerja seks komersial.

Iya, ibu rumah tangga biasa, yang mengaji tiap kamis malam dan arisan tiap minggu pagi. Ibu rumah tangga yang monogami dan setia sama suami. Aduh. Saya deg-degan.

Apa yah? Nggak ngerti deh. Saya tu suka rada-rada sensitif sama masalah kesehatan reproduksi. Nah, kalau kena HIV itu kan bahaya banget nggak sih, kalau kita punya anak? Impian saya tu punya anak. Saya bahkan sudah mimpi punya anak lucu-lucu jauh sebelum saya kepikiran mau punya suami kayak apa. Semoga, amin. :)

Masalah papsmear deh yah, walaupun saya nggak/belum aktif secara seksual, tapi bukankah kangker mulut rahim itu bisa saja terjadi karena penggunaan pembalut yang katanya ada unsur pemutihlah, inilah, itulah. Makanya sempat kan, kemarin dulu itu heboh masalah pembalut yang sehat (tapi mahal gilak dan mlm itu). Pembalut saya emang pabrikan biasa dan saya belum kepikiran buat ganti ke pembalut yang katanya sehat itu. Nggak tahu, belum cocok dengan sistem jualan yang mlm itu aja, oh, bukan ding, mahal soalnya. Tapi saya udah make sure kalau pembalut yang saya pakai bukan termasuk merek pembalut yang kemarin sempat di black list.

Dan, entah mengapa, sejak menonton dokumenter Nia Dinata tentang papsmear, ada loh niat saya mau pap smear. Nggak tahu deh mau kapan. Nggak tahu deh besok suami saya bakal menghebohkannya barangkali, toh ya saya nggak tahu siapa yang bakal jadi suami saya. Di pikiran saya, cuma ada gambaran, saya harus sehat reproduksi. Karena saya nanti akan menjadi ibu. Meskipun sepertinya akan permisif sama asap rokok dan alkohol. O, bukan, saya belum niat buat merokok dan minum alkohol kok, cuma kayaknya asal nggak ngrokok atau menghisap asap rokok atau minum pas hamil, PAS HAMIL, kayaknya nggak apa-apa deh.

Saya lebih peduli kesehatan reproduksi  yang dari dalam diri saya. Kangker mulut rahim itu bakal imbas ke bayi kita nggak sih? Apalagi saya pengen ngelahirin normal. Nah, bahaya kan? Nah, makanya, penting untuk papsmear. Semacam penting juga deh kayaknya, buat seorang pasangan buat cek kesuburan. Aduh saya ngomongin apa sih, tapi gini deh, kayaknya tetap perlu. Seenggaknya, dalam bayangan saya, kalau ternyata salah satu dari pasangan kurang beruntung karena tidak terlalu subur, pasangan itu akan menghadapinya dengan lebih siap untuk melakukan upaya-upaya mendapatkan anak, misal mencoba sekuat tenaga, upaya, dan doa atau bayi tabung atau adopsi.

Begitu juga tentang penyakit menular seksual. Cek-cek itu juga perlu deh kayaknya. Perlu dan penting.  Lupakan dulu masalah ketidakpercayaan atau wujud nggak cinta, hasyeh, ada yang lebih penting dari itu semua, yaitu kesehatan reproduksi. Iya, tau, tanpa sadar kita juga pasti udah menyeleksi dan make sure kalau orang yang akan menjadi pasangan hidup kita itu bersih lah yah. Pastinya. Dan make sure juga kalau kita belum dan tidak pernah melakukan yang aneh-aneh. Tapi tolong deh, penyakit kayak gitu sekarang nggak cuma menular lewat hubungan seksual dan bisa terjadi tanpa terduga.

Ibu-ibu yang 59,9% itu buktinya. Mereka ibu-ibu baik-baik yang pinter masak itu, buktinya bisa aja kena HIV. Itu berarti, kita semua juga berpotensi kena HIV. Kesimpulan saya ngeri banget nggak sih? Tapi ini emang mengerikan.

Nah, masalahnya adalah, sebesar apa kesadaran kita buat mencoba mengetahui itu? Ada gitu yang berani cek ke dokter buat pap smear atau cek HIV sementara kita aja belum ngapa-ngapain dan diapa-apain? Kayaknya enggak. Belum-belum sampai ke ginekolog, kita bakal mentok di pikiran-pikrian kita sendiri, “aduh, kalau aku ke sana, entar dikiranya aku udah ini-itu-ini-itu lagi?”. Kalaupun misal aktif secara seksual, kayak di “nona-nyonya”-nya Nia Dinata, karena belum menikah, ujungnya bakal dapet pelajaran moral dari semua orang deh. Nah, kalau udah menikah, bakal dicap buruk deh, “loh, pasti anda menyeleweng dibalik pasangan anda yah?”. Gitu-gitu.

Itu juga yang ada di pikiran saya sih. Nyatanya, saya lebih takut sama anggapan orang-orang daripada kesehatan saya. Haish, apa deh?

Jarang-jarang saya mikir kayak gini, ada kalau cuma lagi sadar. Besok saya akan kembali meyakinkan diri kalau semuanya baik-baik saja…  

No comments:

Post a Comment