Friday, November 11, 2011

... menjadi perempuan itu, mengerikan!


Percaya nggak percaya, seorang perempuan bisa jadi mengerikan.

Ini kejadian waktu sore hampir malam, tiga puluh menitan selepas adzan Maghrib masjid depan kostan, saya lagi di kamar baca-baca, dan mendengar teriakan aneh. Saya kira adik (iya, adik) kost saya sedang main-main dan kostan yang emang biasa heboh penuh teriakan. Saya masih santai-santai, baca-baca. Tapi beberapa detik kemudian, kayak kedengeran orang yang minta tolong saking tersiksanya. Terus saya mendengar beberapa pintu kebuka dan beberapa orang berlari.

Saya ikutan buka pintu kamar dan bingung sambil bengong masih bingung bareng Pela, adik kost kita termuda yang kamarnya sampingan sama kamar saya. Kamar kita di bagian belakang, dan suara itu di bagian depan. Semakin heboh. Terus saya iseng ke depan sambil sedikit ketakutan.

Ya ampun, saya dong, melihat seorang perempuan entah siapa, saya enggak kenal, meronta-ronta dan ngamuk-ngamuk sambil teriak-teriak aneh, dan yang paling saya ingat: “lu tu iri kan, gue punya pacar, lu iri?!” O, jadi masalah pacar. Karena yang megangin si perempuan yang kayak kesurupan itu juga seorang cowok gendut nan botak gitu. Saya masih belum ngerti, mau mendekat tapi ragu dan takut, sambil merhatiin Ian teman kost saya yang keibuan itu yang sedang menghadapi pasangan teriak-teriak itu, siapa tahu Ian diterkam, saya bisa menolong atau bantu teriak, terus melihat Kiky adik kost saya loncat-loncat nggak jelas ke teras dan ke pavling, terus masuk kamar Ian. Nah, di kamar Ian itu, saya melihat sekilas ada dua adik kost saya yang lain, Puji dan Meta.

Si perempuan yang ngamuk-ngamuk itu masih didekap laki-laki botak itu tadi, sambil teriak-teriak kata-kata kasar, banyak lah pokoknya, saya aja sampai lupa. Si botak nan gendut itu, dia terus-terusan bilang, “Udah dek, udah dek…”. Aduh, apaan deh. Saya pasang muka bertanya dan bingung dan cupu ke Ian, tapi Ian juga masih bingung sambil nyuruh itu perempuan dibawa keluar. Terus saya masuk kamar Ian, dan jelaslah sudah, si perempuan yang mengamuk itu habis melakukan tindak kejahatan keperempuanan.

Saya keluar lagi ngelihat Ian, Ian masih melihat si perempuan itu yang masih teriak-teriak sambil diseret laki-laki botak itu, mereka masih di garasi kost, si perempuan mengambil helm entah siapa, terus dibanting sekenanya. O, bukan helm saya. Terus kita ikuti sampai keluar garasi, terasa lama sekali. Pintu ditutup si laki-laki botak itu, terus saya intip sebentar, mereka masih semacam ngomong keras-kerasan, si laki-laki mengingatkan untuk “udah, udah…”, si perempuan embuh ngomong opo sambil terus marah-marah. Saya perhatiin bentar, tapi takut nanti saya juga terancam, saya tutup kembali pintu garasi, terus saya kunci. Takut perempuan mengerikan itu masuk lagi.

Ian di belakang saya, terus kita masuk kamar dia. Di sana masih ada Kiky, Meta, dan Puji. Saya akhirnya tahu, ini bukan tentang rebutan pacar yang semula saya kira. Ini cuma masalah kesalahpahaman dalam persahabatan. Jadi ceritanya, mereka ini mencoba mengingatkan si perempuan mengerikan itu prihal nilai-nilai yang turun, tanpa menuduh apapun penyebabnya. Elha, si perempuan itu, langsung naik pitam dan merasa nggak terima. Intinya gitu deh. Lalu, di malam itu, entah atas dasar apa, dia menjadikan salah satu adik kost saya itu sebagai pelampiasan kesalnya. Coba dong, dia dijambak sampai kulit kepalanya merah, dia ditendang-tendang sampai semua kaki-tangannya merah-merah.

E, tapi serius deh, saya nggak ngerti kalau itu yang melakukan adalah seorang teman perempuan ke teman perempuannya yang lain. Apa maksudnya coba?

Sebenernya saya udah rada-rada lupa dengan peristiwa itu, karena jam tujuh malam itu saya harus ke sekre untuk rapat pengurus lpm (iya, masih pengurus, hufht) dan udah dijemput pula, jadi saya segera pamit ke mereka, dan sedikit sok manis, sambil bilang, “Udah dek, kamu istirahato, sakit semua pasti badanmu. Ditemenin yah…”

Tapi, barusan. Saya lagi di depan tivi kostan sendirian, adik-adik kost saya yang lain, yang baru pulang dari entah dimana, dan menawari saya kentang goreng ala McD, ngobrolin lagi tentang si perempuan yang mengerikan itu. Iya, mereka, sekitar berenam dari adik kost saya itu seangkatan dan sekelas. Dan dengan senang hati mereka bertanya ke saya, “Mbak Diyah, Mbak Diyah, waktu itu ngelihat dia ngamuknya nggak?”. Saya jawab kalem, “Nggak juga si, udah dilepas waktu aku dateng, kenapa gitu?”. Tanpa diminta, mereka menceritakan prihal segala tabiat buruk si perempuan mengerikan itu. Sambil mencoba memeragakan ekspresi-ekspresi konyol rekonstruksi penyerangan dan penjambakan malam itu. Lengkap memeragakan adegan nangis-nangisnya. Aduh. Untung batrei laptop saya habis, jadi saya punya alasan kembali ke kamar. Saya tinggalkan mereka. Dan menulis ini.

Hmmm…

Jadi, bener kan, perempuan bisa menjadi sangat mengerikan. Dia bisa menjadi orang yang paling heboh ngomongin orang lain, terlebih tentang hal-hal buruknya. Termasuk temen sendiri. Termasuk saya yang kadang-kadang juga begitu. Termasuk saya yang mau mendengarkan. Termasuk saya yang menuliskannya di sini. Hhhaaa…

Jadi, menjambak dan menendang teman sendiri itu mengerikan sih. Tapi nggak mengerikan-mengerikan amat, dibanding ngomongin dan ngremehin di belakang kali yah…

Karena menjambak dan menendang membutuhkan pertimbangan dan kemarahan penuh buat nglakuin, plus kesetanan juga kayaknya. Soalnya saya baru nemuin sekali ini di hidup saya, perempuan muda (lebih muda dari saya), cantik loh dia, ngejambak-jambak dan nendang-nendang orang. Apalagi kalau bukan lagi kesetanan dan siap dibenci teman-teman seangkatan dan hidup terkucil sendirian. Dia pasti sangat kuat mental. Lah kalau ngomongin orang, kayaknya nggak perlu kerasukan setan paling jinak sekalipun deh…

Buktinya, tulisan ini jadi.

Hhi. Mengerikan.

No comments:

Post a Comment