Friday, November 11, 2011

... perspektif


Kata V, di V for Vendetta, yang beberapa kali ditiru teman saya, ehm, nggak temen juga si, tapi ya gitu deh, gini, “Kata-kata adalah perspektif”.

Saya diminta menulis tentang refleksi Idul Adha dalam kehidupan sosial, kaitannya dengan krisis kepemimpinan. Ini saya nggak akan bahas itu. Tapi waktu saya baca lagi tulisan saya, ternyata saya selama ini menulis kata tuhan tidak dengan huruf “t” besar. Tapi karena itu tulisan suruhan, saya gedein huruf “T”-nya. Saya juga tidak menyebut tuhan dengan “Allah”. Aduh, saya juga agak ragu menuliskannya di sini. Kayak saya orang alim aja, ngomongin tuhan.

Tapi waktu tulisan saya di edit, saya berdiskusi sedikit dengan editor saya itu. Dia paham sekali gaya penulisan saya, dan dia juga sadar tentang kecendrungan saya yang mungkin sedikit kurang oke tersebut. Tiba-tiba, hal huruf kecil dan huruf besar untuk kata “tuhan” menjadi begitu politis, termasuk juga pilihan penggunaan “Allah” atau “Tuhan” untuk menunjukan tuhan.

Bagi kami, ketika memilih “Allah”, karena kami kebetulan mengaku muslim, maka perspektif pandangan yang disampaikan tentunya akan dari perspektif Islam. Dan ketika kita memilih “Tuhan” saja, maka kami bisa menggunakan bermacam pandangan dalam tulisan itu, kami keluar dari lingkar-lingkar Islam. Saya boleh menjelaskan bahwa ada agama lain di dunia ini, yang memiliki pandangan sama tentang tanggungjawab dan pengorbanan.

Iya, kata-kata bisa membentuk dan menjadi perspektif itu sendiri.

Saya rada ragu juga menuliskan tentang ini. Tapi sekali lagi, ini bukan tentang pandangan ketuhanan saya, ini adalah tentang, memegang kata-kata.

Aduh.

No comments:

Post a Comment