Friday, November 25, 2011

...go ahead! (A Mild dan kita?)


Ya. Ini adalah tentang A Mild dan kita. Jika ada waktu barangkali besok kita akan bicara tentang LA Light dan kita atau Surya Pro Mild dan kita.

Walaupun kepulan asap di depan toilet siang tadi berasal dari Malboro yang merah itu, Malboro Menthol yang kemasannya kontras bareng warna hitam itu, dan Dji Sam Soe. Yang paling najis sebenernya adalah, saya rada-rada merasa jadi orang bego paling beruntung siang ini. Karena, ya ampun, saya nongkrong dan ngobrol ngalor-ngidul di depan toilet, TOILET, sama orang yang bagi saya empat jam sebelumnya adalah, untouched people.

Orang yang nggak tersentuh oleh saya. Jangankan ngobrol tanpa deg-degan, mau senyum aja awalnya saya ragu, takut, kalau senyum saya nggak dibales. Dan, see. Saya ngobrol sama mereka, dan dua orang lalu tambah dua orang lagi teman saya, di depan toilet. TOILET. Mungkin, kalau sembilan tahun lagi saya kayak mereka, saya bakal bilang, “Titik balik hidup saya dimulai sejak di depan toilet.”

Mereka itu, ehm, mbak Ruby, planning director-nya Ogilvy (sejak setahun belakangan saya menimbang antara Ogilvy, Leo Burnett, atau Lowe. Lalu saya kira Ogilvy lebih oke dibanding Leo Burnett ataupun Lowe. Kebayang kan? Betapa saya er,er,er…? Selain karena Ogilvy yang bikin iklan Ponds, dan bagi saya iklan Ponds itu tidak hanya mengalihkan dunia tapi juga merubah dunia. Dan ini hebat. Terlepas masalah persepsi cantik itu bla, bla, bla). Lalu ada bang Jaja, executive creative director-nya Matari, saya ingetnya tentang Matari adalah, mereka megang iklan-iklan rokok yang keren-keren dan salah satu biro iklan asli Indonesia sejak orang pertama-tama punya tipi.

Semalem saya mimpi apa? Berawal dari saya yang cupu sendirian karena teman-teman kelompok pada sholat jumat, saya akhirnya ngobrol-ngobrol sama mbak Ruby tentang iklan, dia nanya-nanya minat saya dan sempet kasih semacam nasihat (dalam bahasa inggris disebut advice, biar nggak terlalu kayak nenek-nenek menasihati cucunya), terus ternyata dia konyol, terus, kita ngobrolin ponds. Ini dia, sambil nanya, saya curiga sekaligus sambil mengetes saya secara nggak langsung. Kita sempet semacam membedah iklan ponds satu per satu (hasyeh, ngobrolin maksudnya), sampai ngobrolin persepsi tentang cantik. 

Mbak ruby memang nggak secantik Nadia Hutagalung. Tapi percaya deh, dialah salah satu ‘malaikat’ yang bikin orang yang punya tivi dan pernah nonton iklan ponds, bakal terstimulus buat bilang kalau, cantik itu ya kayak Nadia Hutagalung. Dan kita sama-sama setuju kalau yang paling keren itu jaman ponds menggunakan ide “wajahmu mengalihkan duniaku” dan menggunakan Afgan dan Alexa buat bikin semacam lagu buat kampanye periklanan mereka. Itu adalah salah satu iklan kosmetik perempuan yang bagi saya luar biasa masuk, meskipun masih kalah indah dan mengena sekaligus hampir bikin nangis dibanding iklan Citra versi “tribute to Indonesian women” buatan Lowe (kalau nggak salah). Pertanyaan goblok saya keluar deh, tentang, pernah nggak sih, ada yang mengkritik dia, kalau ada yang bilang kalau dia itu menciptakan semacam dunia baru yang konsumtif, mengejar yang luaran dengan dia mencipta iklan-iklan itu? Jawaban dia simple, “ada, pasti ada.” Dan, yaudah, kita ketawa aja malah. Sumpah deh, bego dan konyol kan.

Sampai akhirnya kita beranjak ke depan toilet itu. Bareng bang Jaja  yang kalem dan sedikit omong, tapi begitu omong, bisa langsung jadi tagline. Kebayang kan, betapa okenya dia? Saya berlebihan nggak sih, tapi ya emang gitu… Terus ada dua temen, Adi dan lali satunya, yang ehm, ehm, ehm… bagi saya mereka biasa aja. Kita ngobrol ngalor-ngidul, selain mbak ruby melempar beberapa pertanyaan tentang, bagaimana mengolah hasil riset dan marketing solution, menjadi communication solution. Ini rumit bener-ner-ner… Saya masih nggak ngarti. Karena, kadang saya punya ide komunikasi, tapi nggak tahu gimana nyambunginnya sama hasil riset, walaupun emang nyambung. Dan tentunya, bagaimana mengkompromikannya, lalu saya teringat Agung dan Arif, teman saya yang sering saya maintain bantuan buat menerjemahkan ide kreatif tugas adver ke bentuk karya visual, dan perdebatan najis kita.

Bagi saya, ini obrolan yang nggak ada di pelajaran iklan ataupun workshop deh kayaknya. Yang dari situ saya mikir panjang, “Anj*****ng, saya nggak cuma harus bikin orang beli aja. Ternyata saya harus menjadi lebih pinter dari orang yang sering mengkampanyekan anti konsumsi, yang bagi saya, orang-orang itu pasti orang pinter dan mudeng beragam teori. Aduh, apalah saya selain orang yang cuma pernah baca bukunya Ogilvy dan IMC strategy-nya Belch dan creative strategy-nya Felton.” Dan saya kan bego. Gimana dong?

Lalu A Mild. Kenapa A Mild. Karena A Mild, Go Ahaed! Hayuk aya, hayuk noh… noooh. Walaupun saya ngakak baca salah satu billboard mereka tentang “jatuh cinta: go ahead!”. Bagi mas Jaja, go ahead ini labil. Nggak karakter. Apa-apa go ahead. Beda dengan “bukan basa basi” yang jadi begitu politis dan menjadi semacam character statement anak muda kala itu, dan itu hilang di “go ahead” ini. Di sisi lain, dia menjawab pertanyaan: kita menangkap realita atau kita mengarahkan realita. Dan itu bisa jadi keduanya dalam iklan. Menangkap lalu mengarahkannya.

Tapi go ahead menjadi begitu 'dekat' ketika kita ragu kita mau apa dan bagaimana. Ketika kita belum tau mau ke mana dan melakukan apa dengan cara apa. Oh, itu bukan kita, tapi saya.

Sekaligus perbincangan panjang di depan toilet tanpa A Mild dan membahas panjang A Mild, bikin saya percaya, ini memang rasa-rasanya menyenangkan. Rasanya sama kayak waktu suruh bikin YSP program dua tahun lalu, gimana caranya bikin anak-anak dibawah 18tahun nggak boleh ngrokok dari perusahaan rokok yang bikin A Mild. Lalu kita membuat Best (belum saatnya!) Fest. Dan itu menyenangkan, gimana caranya mbodohin semua orang biar, “hei, iya, rokok itu enak. Tapi tolong deh adik-adik unyu, kalian tahan dulu nafsu ngrokok sampai umur 18. Sekarang lo belajar, lo ikut ekskul, lo berprestasi. Dengan begitu, lo udah semakin siap buat ngrokok”.

Wajahmu benar-benar mengalihkan duniaku. Go ahead!!!


No comments:

Post a Comment