Friday, July 22, 2011

...speed of sound!


“All that noise and all that sound. All those places I got found.
And birds go flying at the speed of sound. To show you how it all began
Birds came flying from the underground. If you could see it then you'd understand
Oh, when you see it then you'll understand”
(Speed of Sound – Coldplay)

I watch (500) Days of Summer for many times. I was thingking, that I’m Summer. Someone used to said, that I’m Summer. Summer hurts Tom. At the same time, Summer makes Tom wake up to reach his dream. Summer left Tom.

Saya bukan Summer. Tapi setiap orang bisa saja menjadi Summer. Dan semua orang bisa saja menjadi Tom. Dan saya tidak akan, tidak mau, harus tidak menjadi seperti Summer. Saya tidak akan untuk kedua kalinya, ketiga kalinya, membiarkan orang lain mencarikan buku, jurnal, dan teori untuk proposal skripsi saya. Atau membuat seseorang menggarap ilustrasi untuk majalah yang harusnya tidak melibatkan dia. 

Lalu ketika kita tahu mereka mempunyai harapan lain ke kita. Kita tinggalkan mereka begitu saja. Hei, itu Summer. Itu adalah Summer, yang pada satu hari dengan polos berkata pada Tom, “Yang kita lakukan ini apa?”. It’s such a fool. Fool. Fool.

Maka dari itu. Menjadi jujur dan mengakui kekalahan dan kekurangan adalah hal terbaik dan terbijak yang bisa dilakukan oleh orang yang dalam kesehariannya adalah melakukan hal bodoh. Termasuk memilih untuk membuat kecewa orang lain.

Meskipun menurut survei kecil-kecilan, itu tidak begitu mengecewakan. Cuma bete, dikit (semoga). Belajar dari kenyataan bahwa saya pernah dimarahi (bahasa halusnya: dinasihati), karena telah melakukan kesalahan bodoh dengan membiarkan orang datang dari tempat yang begitu jauh, hanya untuk menemani nonton konser yang tidak begitu menyenangkan. Maka saya menemukan satu formula, bahwa:

Semua orang butuh kepastian.
Then. I make it

 If Chris said, “You can hurt, hurt me bad. But still I’ll rise the flag.” Then I’ll say, “I can hurt, hurt you bad. But (I’m sure), still you’ll rise the flag.”

Saya percaya. Yang paling dikecewakan dari semua ini adalah saya. Ya, bener, saya memang egois. Bahkan disaat mengecewakan orang pun, saya masih mikir, sayalah tetap korban dari semua ini. Kenapa, karena mereka bisa jujur, dan saya tidak bisa jujur. Tidak pernah bisa jujur.
--Yah. Kalian. Iya. Bener. Kalian pasti baca note ini. Dan kalian bakal kerasa. Dua note terakhir tentang kalian. Maaf, saya rapel. Karena toh masalahnya sama. Masih tentang saya yang bodoh. Love Foolosophy, kata Jamiroquai. Ya. Saya yakin. Kalian baca… Dan saya mengamini kalimat sahabat baik saya Intan dan teman yang kadang-kadang baik Agung, saya nggak lesbi dan ada orang yang sayang sama saya. Terimakasih…

Let’s Coldplaying…
“Where do we go, nobody knows
Don't ever say you're on your way down when
God gave you style and gave you grace
God put a smile upon your face”
(God Put a Smile Upon Your Face – Coldplay)

NB:
Thanks for that “You” and all those Mocca things.
Untung bukan Coldplay. Bisa saya yang bunuh diri, karena melewatkan video ber-Coldplay ala Chris Martin untuk Gwyneth Partlow. Yes, it’s about You. You. J J

No comments:

Post a Comment