Friday, July 22, 2011

...foolstory


Panggil saya perempuan paling bodoh. Yang bahkan tidak tahu untuk apa saya berdiri, berlari, tertawa, dan menangis.

Pada satu waktu, seorang teman mengirim pesan pendek kepada saya. Katanya, dia menawarkan Rambutan, atas kebimbangan saya memilih antara Jeruk dan Apel. Padahal, dialah pemilik Jeruk sebelumnya.

Pada satu waktu lagi. Seorang lainnya bergegas menembus hujan, agar kami menonoton sebuah pentas band yang memainkan lagu-lagu Beatles. Dia memberikan setumpukan komik, buku, dan beralbum-album lagu, yang kebanyakan tak saya dengarkan.

Kembali pada satu waktu. Seorang teman berbaik hati dengan memberikan banyak kebaikan. Memberikan serangkaian gambar bergerak beriring lagu kesukaan saya dari satu kelompok penyanyi. Yang benar-benar sangat tidak saya duga sebelumnya.

Dan pada seluruh waktu saya. Diantara milyaran memori ingatan dan kesempatan untuk mengingat. Sesekali mereka ada dan pernah ada. Tapi jika harus membuat prosentasi. Hanya satu orang yang benar-benar pernah dan masih menguasai sebagian besar kesempatan yang tak bisa dikalkulasi dengan kalkulator termahal sekalipun. Bilangan nol di belakangnya tak terhingga, hingga mahasiswa akuntansi terpandai pun mungkin akan kebingungan mengartikan.

Jika saya harus merunut pada satu waktu ketika akhirnya saya selesai dengan satu cerita yang jika diibaratkan sebuah film, maka sudah selesai pada bagian credit tittle dan copyright. Saya selesai dengan dia. Tak ada kenangan yang memaksa untuk terus bertahan. Karena seyakin-yakinnya, tidak ada yang benar-benar perlu dikenang. Kecuali sebuah pelajaran yang cukup mendewasakan bagi usia saya yang benar-benar tidak stabil kala itu.

Dan jika saya harus menyetir kendaraan saya sendiri. Maka saya terlalu lama berhenti di satu tempat. Untuk terlalu lama menikmati tempat itu. Benar-benar menikmati. Saya benar-benar pada posisi bahagia hanya cukup untuk menikmati. Karena memang saya terlambat datang untuk sekedar mendapat kesempatan lebih untuk sekedar menikmati.

Hingga pada satu waktu sebelum semuanya berjalan. Saya mendapatkan kesempatan untuk sekedar menikmati satu tempat, mungkin memiliki. Tapi benar kata teman saya yang lain, “Hidup saya bukan kesalahan. Tapi kebiasaan. Kebiasaan untuk tidak menyadari kebaikan dan perhatian orang.” Hingga orang itu perlahan meninggalkan dan saya tertampar. Nyatanya, saya menginginkan dia menjadi tempat dimana saya berhenti dan menikmati sekaligus memiliki. Saya melewatkan kesempatan itu.

Saya percaya, saya bisa belajar banyak, dengan berhenti disini, menunggu dia membuka kembali pintunya untuk kemudian mempersilahkan saya kembali memiliki kesempatan singgah di tempatnya. Hanya saja, untuk itu. Saya melewatkan pintu lain yang terbuka begitu saja bagi saya, tinggal bagaimana saya menata ruang demi ruang dan membangunnya menjadi tempat tinggal, tak hanya tempat singgah.

Pada satu waktu. Saat ini. Nyatanya, kendaraan saya tak mau dan tak mampu berjalan ke manapun. Tidak bisa melangkah ke pintu manapun. Saya tidak mau melewatkan kesempatan ketika ia, si pemilik tempat itu, membuka pintunya untuk saya dan mempersilahkan saya masuk padanya.

Kenapa saya menjadi perempuan paling bodoh? Karena pintu-pintu yang terbuka itu adalah tempat-tempat terbaik yang diinginkan perempuan manapun.

Dan yang saya tahu. Saya hanya ingin membangun sebuah ruang dengan dia yang entah siapa dan bagaimana nantinya. Sama-sama dari nol. Dari nol sama-sama tergila-gila.

No comments:

Post a Comment