Monday, January 21, 2013

...kata raja kata-kata


Laki-laki itu raja kata-kata. Baginya, kata-kata adalah segala-galanya. Seperti rakyat yang setia membayar pajak dan memperkaya dirinya. Hingga akhirnya ia bisa memainkan kata-kata selayaknya serdadu yang siap mati dalam perang dan menjadi kebanggaan. Di atas kepalanya, terhias indah dan sedikit angkuh sebuah mahkota, terbuat dari kata-kata.
 
Kata-kata menjelma menjadi sepiring nasi lengkap dengan telur dadar setengah matang dan segelas susu putih kental manis, serta segelas lagi air putih. Juga menjadi sebuah apel merah setengah termakan, tak pernah habis, seperti Adam barangkali kemudian melempar apel yang baru setengah termakan, ketika ia sadar bahwa apel itu akan membuatnya tak kembali ke surga.

Setiap pagi kata-kata tertata rapi dalam sebuah meja bundar berkursi lima. Dari situlah kata-kata memulai hari untuk berkelana dan menjadikan semuanya berakhir kacau, hancur, dan indah bersamaan. Laki-laki itu menjadi satu-satunya orang yang duduk diantara empat kursi lain yang dibiarkan kosong, karena memang tak ada satupun orang lain yang mau menemaninya sarapan dengan kata-kata. Laki-laki itu, sebentar lagi akan menguasai dunia dengan kata-kata. Dengan jas berwarna hitam, dasi biru bergaris-garis biru tua, serta pantofel buatan Itali, ia bersumpah akan menguasai dunia dengan kata-kata.

Ialah si raja kata, si raja yang hanya senang menguntai kalimat, tak peduli itu dosa atau pahala. Baginya, membuat jutaan rakyatnya percaya adalah segalanya. Menjadikannya daulat sebagai raja. Satu-satunya raja. Yang akan membawa negara bangsanya pada masa depan bercahaya. Cukup dengan huruf-huruf yang tertulis pada lembaran surat kabar yang tak lebih hanya akan menjadi alas tidur pengemis di malam hari yang basah pada sebuah emperan toko. Majalah mahal yang hanya dibeli karena si empunya merasa tak cukup elit  jika tak berlangganan, tiap tahun ia akan mengepak kumpulan majalahnya dan meloaknya, hingga seorang mahasiswa tak berdompet tebal membelinya kembali lalu bersumpah serapah atas segala kata-kata tak berguna di dunia.

Si kotak empat yang mampu berkata-kata itu juga menyiarkannya. Dihantarkan oleh seorang pembaca berita yang tak lebih seperti biduan, berbaju merah dan mengenakan rok pendek. Tak lupa gincu merah, semerah darah. Kurang seksi apa dia di layar kaca? Ia, si pembaca berita yang jelita, bercerita tentang rajanya yang baru saja membuat rangkaian kata dan menyisipinya dengan nada-nada dari tuts piano, petikan gitar, dentuman halus drum, dan sesekali tiupan saksofon. Si raja tak sadar, ia baru saja merusak nada dan irama. Tapi si jelita tak mau mengatakan yang sebenarnya, ia tak mau merusak wibawa si raja, ia terus-terus saja memuji dan memuja. Ia bahkan tak tahu jika air ludahnya sedikit demi sedikit muncrat dan mengotori bross berbentuk setangkai bunga mawar di dadanya.

Di satu warung internet, seorang pemuda membuka sebuah situs berita. Si raja mau menikahkan putri bontotnya. Di mesin pencari semua tentang nya. Lagi-lagi si raja berkata, bahwa ini perkawinan agung untuk negara. Kelak, si putri dan calon suaminya akan turut membangun negara. Mereka akan turut merumuskan kebijakan ekonomi negara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Si putri berjanji tak hanya akan menjadi bintang iklan shampoo berambut indah, tapi juga memikirkan bagaimana menyelamatkan jutaan anak di negerinya agar tak lagi kelaparan, selain dia akan mencoba untuk melahirkan anak-anaknya tepat di hari kemerdekaan.

Raja kata terus berbicara. Ia keluar di mana saja. Ia mengeja A hingga habis semua huruf disusun menjadi sebuah kata untuk dijadikannya pidato esok lusa. Pelan-pelan, kata-kata menjadi makanan yang setiap hari dimakan semua orang. Entah nutrisi entah racunnya, kata-kata terus mengikuti laju darah menuju hati serta otak. Di otak, kata-kata turut membangun rencana. Di hati, kata-kata disaring racunnya.

Terlalu sering kata-kata beterbangan tak berguna. Semua orang turut berkata-kata saja. Tak mau lagi memahami makna. Lagi dan lagi, kata-kata menjelma menjadi udara yang diam-diam dihirup semua warga. Dari penjagal sapi, hingga pengawal raja. Tak tahulah apakah rakyat mencintai si raja yang suka berkata-kata. Belakangan, beberapa orang mulai gerah dengan hantaman kata-kata. Mereka berkata bahwa kata-kata hanya citra. Mereka membrondong balik dengan kata-kata. Turut serta menyesaki lembaran berita dan gambar bergerak yang bisa bicara. Dunia semakin penuh dengan kata-kata. Si raja hampir menguasai dunia…

***

Seorang gadis tuli dan buta hari ini akan belajar tentang matematika. Ia meraba-raba rangkaian titik-titik timbul dan tertawa-tawa. Seorang guru yang hampir gila karena kata-kata memperhatikannya sembari berdoa: semoga dia tak pernah sembuh dari tuli dan buta, biar dia tidak ikut gila. Dia yang akan menyelamatkan dunia…

Si raja tak akan mampu menguasai dunia, seutuhnya.

[]
(Solo, Februari-November 2011)

No comments:

Post a Comment