Thursday, November 15, 2012

...menunggu hujan (lagi)

Pada satu sudur Jakarta ketika mendung mulai muncul

  For a moment I was one man and the world made sense
For a moment in this storm made of consequence
The Day I Lost My Voice (The Suitcase Song) - Copeland




Jakarta mulai hujan, dan ini berarti tentang beberapa cerita yang agak kurang menyenangkan.
Terlebih jika hujan datang di awal liburan panjang.

Saya merindukan hujan. Selalu bahagia ketika mendung datang dan saya mulai menunggu hujan. Meski kadang agak merepotkan, hujan menjadi keajaiban yang tak habis saya pertanyakan. Bagaimana awan menyimpan air yang menguap dari laut, dari sungai, atau dari celana dalam yang orang-orang jemur. Kenapa awan menumpahkannya sore ini. Ke mana air hujan ini nantinya akan pergi. Bagaimana kalau besok tak ada lagi hujan. Bagaimana pawang hujan bicara dengan awan dan memintanya untuk menahannya sekian jam sampai konser Slank bubar. Apa benar hujan takut pada cabai merah dan sapu lidi. Benarkah hujan menyukai gerakan indah dan doa-doa penuh kebaikan ketika memintanya datang. Apa hujan tahu pohon jambu menantinya.

Tapi hujan di awal liburan panjang Jakarta adalah tentang banjir yang kapan saja bisa datang. Tentang Ciliwung yang bisa saja merenggut satu dua nyawa anak-anak kecil yang ingin berenang karena hujan teralalu indah untuk dilewatkan. Hujan juga bercerita tentang kemacetan panjang dan jalan-jalan berlubang. Klakson yang tak pernah berhenti bersahut-sahutan. Bahkan ketika mendung baru pemanasan, semua kendaraan berasa di arena balapan. Buru-buru mencapai teras dan masuk kamar. Tak ingin kehujanan di jalanan Jakarta.

Hujan juga menyisakan satu keajaiban lagi. Yaitu prihal kerinduan pada sesuatu ketika mengilang dan tak dihiraukan ketika ia ada di hadapan.

Merindukan matahari bersinar di kala siang. Matahari yang dua hari kemarin kita sumpah serapahi karena teriknya memaksa tenggorokan mencecap lebih banyak es sebelum ia mengering pada malam harinya, dan flu pun datang. Kepiluan yang sama seperti ketika seorang tetangga kebingungan karena sungai semakin mengering sementara tanaman padi membutuhkan banyak air agar segera menguning dan ia akan menjual gabahnya karena ingin memberi uang saku pada cucunya yang akan study tour ke pulau dewata.

Seperti saya yang kadang terlalu tak peduli menerima berbagai pertanda yang jelas-jelas ada di depan mata. Hujan dengan masuk akal memberitahu bahwa akan selalu ada pertanda sebelum saya bersiap menerima segala konsekuensi nyata hidup sebagai manusia. Yang punya akal, yang punya rasa.

Hari ini mendung.
Jakarta akan hujan lagi, nanti malam.





*album You Are My Sunshine – Copeland menemani saya menunggu hujan hari ini.

No comments:

Post a Comment