Tuesday, October 25, 2011

... obrolan pagi buat dia


Saya jadi inget, kapan kali, saya pernah bilang dan nulis, kalau, kita akan sampai di satu waktu ketika kita merasa yakin dengan apa yang (akan) kita lakuin dan di saat itulah kita harus melakukan sesuatu itu sebaik-baiknya yang bisa kita lakuin.

Nah, sesadar saya, ketika saya yakin berkata “iya” setelah sekian lama menyimpan kata itu. Saya, sadar, sesadar-sadarnya, bahwa, akan banyak konsekuensi panjang dari kata itu.

Dan, obrolan ringan di pagi hari sambil lari-lari kecil bersama Syauqi, membuat saya yakin, kalau saya kemarin itu benar-benar “yakin”. Konsekuensi-konsekuensi itu, yang jumlahnya akan banyak sekali nanti, harus disikapi berbeda dengan ketika saya menghadapi masalah yang mungkin sama sebelumnya. Karena besok, konsekuensi itu tidak lagi hanya tentang saya. Tidak lagi tentang keinginan-keinginan saya, prioritas-prioritas saya, akan ada banyak hal yang disesuaikan.

Dan sekali lagi, jika saya ditanya hari ini, apa saya yakin dengan semua itu. Saya bisa menjawabnya dengan senyum lebar.

Saya juga jadi ingat beberapa hari lalu saya dan dia bercerita tentang, kita mau ke mana. Tentu saja kita mempunyai tujuan yang sama. Tapi pastinya, barangkali nanti kita akan sedikit berdebat tentang jalan yang akan kita pilih, kita akan mampir ke mana dulu, kita akan mencari apa dulu. Nah ini, hampir sama dengan obrolan lari pagi tadi, banyak hal yang harus didiskusikan bersama. Dan Bundo ini, dia meyakinkan saya, bahwa saya harus menjalani semuanya sebaik-baiknya.

Tidak hanya konsekuensi-konsekuensi besar yang sepertinya menyenangkan, tapi juga hal-hal kecil menyebalkan yang mungkin akan banyak makan hati. Hal-hal remeh temeh yang, harusnya bisa diatasi dengan dewasa, karena seringkali yang remeh temeh dan tidak begitu penting itu bisa menjadi pecahan kaca yang tetap sakit kalau terinjak. Nah ini, PR besar lagi, menjadi dewasa. Tapi bukankah kita memang tidak pernah berhenti untuk belajar menjadi dewasa yah?

Dan saya kira, dengan pengalaman beberapa hari ini, saya masih percaya tuhan emang ngasih saya kesempatan ini untuk tidak lagi saya sia-siakan…

Dan dia, saya masih menimbang antara harus merasa beruntung atau sangat beruntung, sekaligus sial atau sangat sial, telah mengenal dia dan memilih memberikan tabungan “iya” saya itu. Yang pasti, saya yakin dan percaya, saya menginvestasikan tabungan saya pada investor yang tepat, semoga.

Amin.

Mari berdoa dengan cara kita masing-masing kepada tuhan kita masing-masing, hei, Arys Aditya. “Aku tahu kamu tahu doa paling baik buat kita berdua,” kata kamu kapan kali.

Meskipun semua ini konyol, kamu  berhasil membuat saya percaya, bahwa jatuh cinta itu biasa saja, benar-benar biasa saja, tidak ada yang harus diledakan. Cuma semacam perasaan yakin, itu saja.

3 comments:

  1. "cuma semacam perasaan yakin," aku juga merasakan itu. Terima kasih ya. Mungkin itu awal yg sangat baik.

    ReplyDelete
  2. :)

    Sama-sama jendral,
    ayok, kita bikin negara fasis terhebat di dunia... :p

    ReplyDelete
  3. Cinta yang baik adalah yang wajar wajar saja, tapi tahapan itu jugalah yang membuatnya menjadi luar biasa..

    ReplyDelete