Tuesday, September 13, 2011

...baju bersih buat tuhan


Saya dandan ribet cuma buat makan ke satu tempat, yang kata orang restoran. Sempet nge-pas baju bolak-balik cuma buat nonton konser. Apalagi jaman konsul awal-awal, sadar diri isi lemari kebanyakan kaos, mulai ribet lagi cari-cari kemeja buat ketemu dosen.

Apa kabar kalau saya ngadep tuhan?

Biasa aja sih. Mukena juga, ehm, hayoh, berapa lama belum dicuci? Bisa lebih dari seminggu, jawabannya.

Saya jadi keinget satu teman baik saya yang Kristen. Dia termasuk rajin ke gereja tiap minggunya. Dan, ya, dia berdandan untuk itu. Maksudnya, bukan dandan yang berlebihan atau gimana, tapi, membuat tampilannya lebih rapi dan bersih. Dalam beberapa waktu, bahkan dia menempatkan jadwal luluran dan creambath rambut di waktu-waktu sebelum ke gereja.

Ehm, pasti ini kelihatan dangkal sekali yah. Bukan berarti harus gimana-gimana ketika kita beribadah, saya percaya, setiap orang punya cara tersendiri untuk beribadah dan berbicara dengan tuhannya. Tapi di sini saya lagi mempertanyakan tentang kesiapan kita menghadap tuhan, mulai dari pakaian. Aih, iya, tahu, pasti juga tuhan nggak akan memperhatikan penampilan kita. Iya. Tapi biar saya nulis dulu dong, rasanya ada dua orang di kepala saya. Hih.

Rasanya ada anjuran (atau mungkin ayatnya, entahlah), bahwa kita harus suci ketika beribadah, gampangnya, sholat deh buat kita yang Islam. Makanya ada mengambil air wudhu dan rukun-rukunnya. Tapi bagaimana dengan pakaian yang kita pakai? Dulu saya sempat mempertanyakan ini pada guru ngaji saya, kebetulan memang ada dibahas di kitab fiqih, jadi, untuk pakaian pun hendaknya suci dari hadas dan najis. Semoga bener yah, itu jaman kapan tahun saya mempelajari kitab-kitab tak bertasdid (ini bener nggak nulisnya?) itu.

Nah, kadang sadar nggak si, kita itu duduk di mana, di mana, dan di mana. Lalu kita (tepatnya saya) sholat pakai celana yang sama lagi. Aduh. Sempat saya ngobrol dengan teman saya, kata dia sih, selama kita yakin yang hadas dan najis nggak ada di pakaian kita, yaudah, nggak masalah. Hm.. hampir sama dengan yang dibilang guru ngaji saya beberapa tahun lalu sih. Tapi dulu dia menjelaskan lebih detail, bahwa, akan sangat lebih baik, jika kita memang benar-benar memastikan kesucian pakaian yang kita pakai. Pun tidak hanya buat sholat, tapi juga buat keseharian. Hm… Karena pada dasarnya gini, pakaian yang kita pakai bakal kena ke mukena kita, lalu tempat ibadah kita juga. Hm… lagi…

Kenapa saya repot-repot kebingungan dan tertampar. Karena, seperti teman saya yang menyempatkan diri untuk merapikan diri sebelum ke gereja. Sementara saya, kadang nggak tahu baju tidur belum ganti berapa malam, kepake deh buat bermacam sholat. Belum lagi beberapa celana yang sengaja dipakai berlama-lama. Pokoknya, pakaian yang dipakai berkali-kali kemana-mana saja dan dimana-mana saja.

Dan tanpa sadar, saya akhirnya sadar setelah tanpa sengaja mengamati, ibu saya membersihkan diri sebelum mengambil air wudhu dan menyempatkan berganti pakaian (daster yang tidak dipakai sebelumnya gitu lah), sebelum dia sholat. Padahal saya, ehm…

Oke. Saya percaya, tuhan punya cara masing-masing melihat hambanya beribadah. Bahkan doa diantara tumpukan sampah juga pasti didengar tuhan. Saya percaya itu. Semoga benar, saya nggak gitu kenal tuhan soalnya, tapi saya tahu dia baik.

Tapi saya tertampar. Rasanya, kesiapan kecil itu mengajak saya melihat. Bahwa, dengan hal pakaian lebih bersih itu, rasanya membuat si manusia lebih siap menghadap tuhan. Menunjukan kesiapan bertemu tuhan. Ada niat sedikit lebih besar untuk bicara dengan tuhan. Barangkali lebih lancar ‘ngobrol’ juga.

Jadi, hm… Berapakianlah lebih baik nona, setidaknya lebih bersih, kata saya ke diri saya sendiri. Mau dandan buat pacar juga nggak punya toh yah (hloh?). Jadi, entahlah.

No comments:

Post a Comment