Tuesday, February 12, 2013

...wishing hoping for something



“You must be pretty important. You got the whole plane yourself. Where do you wanna go?” Maya menangis. Tak menjawab pertanyaan terakhir yang ditujukan padanya. 



Ini adalah scene terakhir “Zero Dark Thirty”, salah satu film yang digadang-gadang akan memenangkan piala Oscar tahun ini. Mungkin akan menjadi Oscar selanjutnya bagi Kathryn Bigelow, setelah “The Hurt Locker”.

Sementara membaca random beberapa ulasan film ini di media Amerika, sepertinya ini film penting. Semacam gambaran tentang obsesi, harapan, dan mungkin juga kesia-siaan Amerika mengejar Osama Bin Laden. Otak dari semua aksi teror yang ada di muka bumi ini, sementara tertuduh menyebutnya sebagai jihad. Dan bagi yang mau berfikir lebih berat, akan menyebutnya dengan konspirasi, perang dunia dalam bentuk lebih kasat mata. Atau bagi yang tak peduli, semua ini hanyalah hal-hal bodoh yang terlalu memakan waktu untuk dimengerti.

Dan bagi Amerika, ini adalah teror yang dibalas dengan pengejaran tanpa henti dan tanpa ampun. Meski pada dasarnya teror itu benar-benar menyebalkan, toh nyatanya kadang lebih menyebalkan lagi aksi penangkapan yang keliru. Tapi kali ini kita mendapatkan Bin Laden. Dan ya, untuk menikmati ketegangan, kesigapan, dan rasa putus asa CIA demi menangkap Bin Laden, ada baiknya menontonnya sendiri. 

Meski agak terlau panjang, saya tidak menyesal menyaksikan sampai detik terakhir film ini, karena saya justru paling suka bagian di satu menit terakhir. 

Kita tidak akan bertemu perayaan dan gegap gempita tepuk tangan tertembaknya Bin Laden. Tapi kita akan menemukan Maya (Jessica Chastain), agen CIA yang berhasil menemukan Bin Laden setelah 12 tahun mencarinya, menangis. Pasca ketidakpercayaan banyak orang, rekan satu tim, atasan, hingga prajurit yang akan melaksankan penangkapan, ternyata Maya berhasil. Dan ketika satu pesawat besar bersiap membawanya ke mana saja, ketika seorang prajurit sayang keluarga akan menjawab kota tempat anaknya tinggal, Maya, yang kita tahun sepertinya juga punya seorang anak kecil (terlihat dari wallpaper komputernya), tak menjawab apa-apa. Dia menangis.

Dan ia menangisi tujuannya. Mungkin ia tak lagi punya tujuan.

Sejak SMA Maya ingin menjadi bagian dari CIA. 12 tahun ia hanya berkutat dengan pencarian Bin Laden. Ia harus melihat bagaimana anggota-anggota Al-Qaeda yang tertangkap diperlakukan sedemikian rupa demi menjawab pertanyaan-pertanyaan sama tentang orang-orang terdekat Bin Laden. Mengamati wajah-wajah serupa tapi tak sama demi tahu nama-nama yang ternyata tak berbeda. Melihat kawan dekatnya tewas dalam ledakan bom bunuh diri di markas sendiri. Dan Maya tak pernah berhenti mencari. Hingga jawabannya ada di dalam sebuah kantong mayat dan semuanya berakhir dalam anggukan tanda “Ya, ini orangnya”.

Tujuannya sudah ditemukan. Ia telah sampai pada apa yang dicarinya. Ia tak tahu harus menjawab apa, ketika seseorang bertanya, “Ke mana kau akan pergi?”.

Bukankah kadang kita kehabisan jawaban ketika seseorang bertanya hal yang sama. Mungkin kita tak lagi punya tujuan, atau mungkin kita justru malah terlalu banyak memiliki tujuan. Dan, dua-duanya akan membuat kita menangis diam-diam. Entah karena bahagia, atau sebaliknya.

No comments:

Post a Comment