Saturday, February 9, 2013

...sound of love?




Karena cinta bisa tumbuh dari mana saja dan di mana saja. Maka ada beberapa tempat dimana tak seharusnya cinta lahir dan membesar di sana. Oke, ini menghakimi. Dan oke, ini mungkin bukan tentang cinta. Tapi, apapun itu, seberapa jauh seseorang akan mampu (dan mau) menanggung akibat dari sebuah perasaan yang, kadang terlalu menyenangkan, sekaligus menyesakkan?

Kita tidak pernah tahu.

Seperti juga Martine (Olivia Thirlby) dan Peter (John Krasinki) yang tak pernah menduga sebelumnya, jika proyek post production film eksperimental Martine harus berakhir tanpa kejelasan hanya karena satu momen tak tepat: berpelukan di satu siang dan melanjutkannya dengan bercinta di malam berikutnya. Martine seorang sutradara, atau mungkin tepatnya sineas, karena dia melakukan proses produksinya sendiri. Sementara Peter adalah seorang sound engineer yang mampu menciptakan suara-suara ajaib dari apa saja dengan microfon kecilnya.

Martine baru berusia 23 tahun. Muda, cantik, enerjik, dengan rambut super pendek dan celana high wasted yang akan mengingatkan kita pada model cantik Agyness Deyn yang super edgy, tapi dengan rambut segelap malam. Peter berada di usia sekitar awal 30-an, dengan potongan rapi ala musisi mapan dan cerdas. Sekilas, mereka tampak serasi dan cocok disandingkan satu sama lain. 

Tapi semuanya tak semudah itu.

Seperti halnya film eksperimental Martine yang melihat lebih dekat kehidupan serangga, seperti semut dan kalajengking dengan gambar-gambar super mikro, kita akan melihat hubungan-hubungan manusia yang, sebenarnya tak jauh beda dengan hewan-hewan ini. Semut atau kalajengking yang saling berpapasan dan bertindihan ketika bertemu satu sama lain mengingatkan kita akan hubungan dua manusia ketika bercinta. Dan kita tak pernah tahu, adakah hewan-hewan ini juga sedang bercinta. Dan, jikalah iya, maka mungkin, di sisi lain manusia, ada sekilas karakter mirip serangga-serangga ini.

Dan sebelumnya, ini film Amerika. Yang sederhana, tanpa drama berlebih, hanya kesadaran akan ke-diriannya.

Peter sudah menikah dengan Julie (Rosmarrie Dewitt), seorang psikiater cantik dan lembut dengan satu orang anak perempuan dengan suaminya terdahulu Kolt (India Ennenge) dan seorang bocah laki-laki anak mereka. Hidup mereka sempurna. Martine adalah kawan dari sahabat Julie, yang mengizinkannya tinggal sementara di halaman belakangnya, sementara menyelesaikan sound mixing untuk filmnya.

Pertemuan-pertemuan tak terduga di sini terjadi sejak dari awal. Ketika Martine baru saja turun dari pesawat dengan laki-laki asing yang diacuhkannya. Perhatian si remaja cantik Kolt pada David, asisten Peter yang jauh lebih tua. Perhatian Avi, teman sekolah Kolt yang sangat manis ala remaja enam belas tahun. Pasien Julie, seorang sutradara rentan yang terus merayunya. Perhatian aneh guru les Bahasa Italia Kolt yang terasa mesum. Dan tentu saja, pesona Martine yang mengambil perhatian David dan Peter sekaligus.

Hingga pada suatu pesta, hubungan-hubungan itu menemukan titik temunya. Di satu pesta yang sama, pada sudut-sudutnya yang berbeda. Martine yang menolak Peter, karena sadar Peter telah berkeluarga dan lebih memilih menghabiskan malam bersama David, asisten Peter. Julie yang sakit hati karena menyadari perhatian Peter pada Martine. Julie yang hampir saja termakan rayuan pasiennya. Serta Kolt yang akhirnya menyadari, ia lebih pantas bersama Avi, laki-laki seusianya yang lebih mampu mengerti perasaannya, dari pada David, yang sebelumnya ia lihat tengah berpelukan dengan Martine di satu malam.

Di satu sisi pula, kita tahu, ketika sesuatu berada tak pada tempatnya, akan ada yang terluka setelahnya. Peter menyalahkan Martine karena telah menggodanya, dan menghentikan proyeknya. Julie meminta Martine segera meninggalkan rumah dan keluarga mereka. 

Tapi, setelah melihat film ini sampai habis. Tiba-tiba saya justru jatuh hati dengan karakter Kolt, dia hanya remaja polos yang ingin jatuh cinta. Memilih Avi yang jelas-jelas menyukainya. Menulis puisi sederhana, dan berhasil membuat guru Bahasa Itali-nya yang sedikit mesum kebakaran jenggot. Kolt berani bicara, apa adanya. Bukan Martine yang pada awalnya mempesona, tapi justru terlihat begitu tak sadar dengan apa yang dia lakukan. Begitupun Peter yang terlau naif dan sedikit tidak bertanggungjawab. Atau Julie yang meski tegas, tapi ada sisi lain dirinya yang rapuh.

Apakah, memang masa kanak-kanak adalah masa yang paling jujur? Atau setidaknya, masa remaja?

Dan lalu, meski kita seringkali marah dan tidak terima, kita tak lain halnya seperti serangga yang begitu saja dengan mudah jatuh cinta dan menjatuhkan hati ke siapa saja. Ya, meski kita belum tahu kan, apakah benar, jika serangga-serangga itu benar-benar bercinta. Mungkin mereka hanya semacam bersalaman dan saling sapa.

Dan, tentu saja, kita akan bertemu kalimat-kalimat sederhana tapi sarat di film yang tak terlalu panjang karya Sutradara Ry Russo-Young ini. Musik-musik indah. Dan, tentu saja, kejutan suara-suara dan gambar-gambar yang tak terduga. Bukankah tadi saya sudah bilang, kalau Peter ini ceritanya seorang sound engineer dan Martine ini seorang art filmmaker. 

Dan, “just keep doing what you're doing”, salah satu kalimat Julie, yang sangat saya suka di sini. Meski kita tahu, Martine tidak menyelesaikan proses sound-mixing filmnya, dia akan menyelesaikannya. Begitupun keluarga kecil yang terkena goncangan itu. Dan, ketika Martine memberikan jinsnya untuk Kolt. 

Who says, nobody walks? Everybody walk, indeed.

No comments:

Post a Comment