Monday, January 2, 2012

...sisa tahun lalu #1


Pernah naik roller-coaster? Saya belum.

Tapi saya bisa ngebayang-bayangin, gimana mualnya naik roller-coaster. Saya aja ketakutan beneran, menggigil, berubah pucet, nangis, dan mual sehari-semalaman waktu kapan kali ada acara nginep bareng-bareng di Tawangmangu, dan di samping penginapan kita waktu itu ada sekolah TK, terus saya yang lagi duduk di permainan yang bisa muter-muter itu, tiba-tiba diputer-puter kenceng banget sama temen saya. Saking takutnya saya diem dan pegangan kenceng banget nahan pengen nangis, sampai teman saya satunya sadar saya ketakutan beneran dan nyuruh teman saya yang lagi ketawa bahagia berhasil ngerjain saya buat berhenti.
Terus, gimana rasanya badan kita diputer-puter di ketinggian entah berapa. Pasti mual banget. 

Dan sepertinya, itulah hidup saya setahun kemarin.

Semuanya terjadi cepet banget. Muter-muter-muter-muter. Sampai saya nggak sadar kalau setahun itu cuma sekitaran 365 hari, dan, rasa-rasanya saya udah melewati beberapa hal yang, auuuuuuh banget. I grow older every day and I do some shit everyday too…

Saya membukanya dengan semacam ngrayain tahun baru bareng beberapa teman kuliah dan dengan begonya, waktu itu saya dateng-dateng aja ke rumah teman kita yang punya gawe itu cuma pakai baju tidur. Lalu, saya tutup dengan nggak kalah bego, tetep semacam melewatinya bareng teman-teman kuliah dan menerima tantangan nindut yang terlanjur saya iyain tanpa tahu apa tantangannya, yaitu pakai bando malaikat di sepanjang slamet riyadi. Sampai saya nggak sadar saya pakai itu bando hingga ada adik-adik kecil yang berusaha mengambilnya dari kepala saya. Semoga itu tindakan bego terakhir yang saya lakuin. Semoga.

Saya juga melewatinya dengan dua LPJ di ukm saya. Waktu itu ternyata saya LPJ pemimpin redaksi di tanggal 1 januari, LPJ yang menyenangkan, karena kalau cuma urusan proker-proker, kerjaan saya bisalah dikasih nilai 90, walaupun kalau secara kepuasan pribadi, saya ngrasa cuma layak dapet nilai 89. E, kemarin tanggal 31 kita beres LPJ lagi, saya si cuma urun muka dan ngomong-ngomong dikit doang. Tapi rada lucu aja, kok bisa pas gitu. Saya si percaya, meskipun dalam beberapa hal ada yang harus banyak dibenahi dari sebuah organisasi, tapi regenerasi kepengurusan di ukm mahasiswa gini ada baiknya tepat waktu, biar ke bawah-bawahnya bisa tetap produktif. Dan, terutama, biar terbitan nggak molor-molor lagi. Nggak ada alasan nunda-nunda nerbitin majalah hanya karena ada tahun yang terlewati.

Dan, ternyata, saya juga melewatinya dengan sakit yang menjijikan. Tiga minggu di bulan Januari saya lewati dengan sakit dan dua minggu terakhir di bulan Desember saya juga sakit. Walaupun sakit yang terakhir saya nggak harus ke rumah sakit, tapi saya seminggu cuma bisa tidur dan kehilangan suara seksi saya. Kelebihan dari sakit adalah memperbaiki pola tidur. Uyeh. Dan sekarang saya tidur teratur dibawah jam 12 malam, lalu bangun sekitar jam setengah limaan. Terus tidur lagi, nah ini, ini sebangunnya lagi sih. Tapi seenggaknya saya nggak harus tidur subuh terus, saya berasa tambah kurus kalau harus tidur subuh terus.

Dan lalu…

Yang lebih ulak-alik sebenernya adalah emosi saya. Dulu saya menganggap berlebihan sekali kalau ada yang bilang di semester delapan dan ngerjain skripsi itu adalah bagian yang sulit. Tapi ternyata saya kesulitan. Sempat merasa kesulitan.

Enam bulan pertama saya hanya fokus gimana caranya tugas –tugas saya selesai dengan baik. Sampai akhir Juni saya ngurusin tugas-tugas kuliah dan ada piknik-pikniknya juga, tapi, pikniknya ya bagian dari tugas kuliah juga. Untung tugasnya kelompok, jadi, ketika bener-bener kehabisan cara melakukan sesuatu, tapi, pasti, pas kumpul kelompok akan ditemukan solusi. Untuk mata kuliah jurnalistik misalnya, ini tugas rada sulit loh, kita bikin dua majalah dan satu portal. Pertama tahu tugasnya, saya mikir, ampun. Tapi ini justru tugas paling nggak menguras emosi, walaupun di awal sempat klimpungan karena mengedit sendirian tapi keadaan berubah di tengah, dan ternyata hasilnya memuaskan.

Lain dengan tugas video yang rasanya kok menuntut perhatian ekstra. Sangat ekstra. Sampai deal satu tema buat iklan aja kumpul berkali-kali dan debat berjam-jam. Atau bagaimana teman-teman riset bolak-balik magelang-solo-kaliurang, terus kita tinggal di magelang, ada juga yang sempat di kaliurang, iuran yang kalau dipikir-pikir antara rasional dan tidak rasional (nggak rasional karena ini tugas kuliah, rasional karena ini produksi), dan, saya yang sempat bingung harus ngapain karena pada satu malam saya sadar, kalau saya ketua kelompok adver yang tertinggal dan kebingungan. Tapi yang bingung itu ternyata nggak cuma saya, sebenernya saat itu banyak yang bingung. Dan, salah satu momen dan kebijakan terhebat di kelompok video adalah, mempersilahkan kita dari tiga kelompok adver berbeda untuk off satu hari dan pulang duluan ke Solo buat nyelesein adver yang waktu itu juga udah deadline. Saya, Rani, dan Amal pulang ke Solo duluan. Karena anggota kelompok video dan adver itu beririsan, akhirnya dibagi, yang harus fokus ke video harap dimaklumi kalau nggak fokus ke adver, dan sebaliknya. Itulah kenapa kelompok video tiba-tiba menjadi seperti semacam saudara, walaupun tetep kadang suka kusak-kusuk di belakang. Bagi saya, orang-orang yang survive di kelompok video ini adalah orang-orang yang bakal bisa bekerjasama dengan orang macam apapun dan membina apapun dengan passion dan usaha yang tinggi, termasuk membina rumah tangga. Catatan, yang survive loh yah. Dan saya ngrasa hasil yang kita buat itu udah seperti apa yang kita rencanain, setidaknya, sikap perfeksionis teman-teman stabil hingga akhir.

Di sisi lain, adver itu complicated sekali bagi saya. Ibarat menilai satu orang, kita harus detail memperhatikan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari satu produk kenapa dibuat, kenapa memilih penamaan tertentu, kenapa dijual, dijual pakai apa, kenapa orang harus beli, gimana bikin orang beli, dan sialnya, harus pakai teori dan riset. Sekali lagi, saya juga berterimakasih, karena ini tugas kelompok. Walaupun ada anggota kelompok saya yang lebih memilih beliin makan ayam-ayamnya ketimbang FGD, ada yang milih kasih martabak seabrek daripada ikut finishing, tapi saya beruntung karena ada Endox, Dini, dan Syauqi, yang dua hari dua malam ngendon di kamar saya dan Nindya buat nyelesain tugas yang sempat sengaja ditinggal buat nyelesain tugas video, karena Uqi itu ketua video, dan Endox dan Nindya sekelompok sama dia dan mereka muter-muter di mall-mall seluruh Jogja dan Solo. Tanggal presentasi yang maju, salah nulis angka selisih beberapa miliar, printer yang ngadat tiba-tiba, ganti model, dan senyum bahagia waktu hasil tugas kita bisa tepat waktu dikumpulin pakai cover ijo dan dianggap cukup strategis waktu presentasi, plus bonus tak terduga di akhir semester, nilai kita tertinggi, yesssssssss!.

Tapi, e, tapi, saya nggak boleh bilang kalau saya stress dan hidup saya nggak bahagia deh kayaknya. Karena ternyata, di awal tahun saya masih sempat namatin Gossip Girl empat seoson (sekitar 100 episode),  lihat banyak film copyan, nonton festival film Solo dan beruntung bisa lihat Belkibolang, nonton Maliq dua kali (hhhaaaa), nonton ERK, ngabisin serial korea yang Lee Min Hoo jadi aristek, nyelesein baca beberapa buku, dan di akhir semester saya di rumah dua minggu pas abis lebaran malah tiga minggu. Hhhhaaaa. Kata dosen saya, work hard-play hard.

Tapi, tantangan sebenernya adalah: skripsi.

Saya nggak cukup pede bikin skripsi di kepadatan semester delapan, jadi, target saya cuma proposal dan dapet pembimbing. Ya udah, gitu doang. Dan ketika bulan Juli saya kembali ke Solo, itu berarti saya mengerjakan skripsi. Dan inilah. Bagian yang tidak saya bayangkan sebelumnya bermula. Ternyata skripsi itu bukan cuma tentang saya baca sekitar dua puluh buku, memahaminya, mengaplikasikannya. Tapi juga tentang, sekuat apa mental saya mampu bersabar dan kuat terhadap hal-hal yang bisa bikin kepercayaan diri saya turun. Dan saya kalah sama yang kedua.

Sebenernya seharusnya saya nggak se-down itu deh kayaknya, saya punya teman-teman terbaik, orangtua yang baik, sempat punya pacar yang baik juga, tapi nggak ngertiiiii. Saya sebel sama skripsi saya. Sebel, yang lama-lama jadi benci itu bermula sejak awal september, ketika pengajuan penelitian saya di sebuah koran di jakartah itu progressnya lama banget. Iya, saya tahu, yang ngajuin penelitian di situ banyak, kayaknya saya yang kurang sabar. Untung akhirnya saya mendapatkan penyelesaian, dengan ikut prosedural koran itu pelan-pelan, sampai november. Untung saya udah dibolehin skip ke bab selanjutnya. Tapi, e, tapi, entah saya yang kepedean atau kenapa, saya ngerjain itu semudeng saya berdasarkan beberapa contoh skripsi yang sama (notes: dosbing saya bisa dikatakan sangat percaya kalau saya ini mahasiswa pandai-super-duper-pandai, jadi, kata dia, saya ngerjain dulu berdasar contoh, udah, itu aja… udah. udah. udah…. ). Saya nganalisis berapa teks aja itu deh, dan sampai akhirnya saya sadar, kayaknya ada yang keliru sama hasil kerjaan saya. Dan, emang keliru.

Lalu, pelan-pelan, dan ini saya harus berterimakasih sama teman saya Rani, atas bantuan diskusi dia tentang step-step menganalisis teks, hasil bimbingan pak Has yang baiiiiik banget itu (aku juga pengen ngobrol sama pak Has, tapi, e, tapi, meja pak Has kok ya sebelahan sama mejanya…L), sama kak Odang dan teh Imeh yang mau meluangkan waktunya buat saya gangguin di chat fb. Ternyata, nggak segampang yang saya bayangin sebelumnya, karena bagi saya, dari banyaknya metodologi penelitian di komunikasi, deskriptif-kualitatif model analisis wacana itu yang paling mudah, ternyata ya nggak mudah. Dan itu berarti, framing, semiotika, analisis isi, jaringan komunikasi, pola komunikasi, strategi komunikasi, analisis kritis, apalagi yang kuanti, itu pasti suliiiiit banget. Hhhhhmmmmph.

Dan, lalu, saya sadar saya harus menyelesaikannya dan yang penting ngerjain-ngerjain-ngerjain. Mulai dari coding dari awal lagi, baca lagi, baca lagi, teliti, baca lagi, ternyata nggak sampai dua minggu selesai. Saya kumpulin, dosen saya masih sibuk, belum di koreksi, tapi saya dipersilahkan nglanjutin analisis selanjutnya. Itulah yang saya lakukan di bulan desember, setalah bener-bener ngrasa cuma bikin progress yang buruk di dua bulan sebelumnya. Dan dosen saya pamit mau liburan natal dan tahun baru. Baiklah. Lalu kok ya saya sakit. Gara-gara minum es teh dua gelas sehari dan nggak sengaja nggigit bibir pas makan, saya radang dan sariawan. Keterusan jadi demam beneran dan flu parah beneran, disertai anemia. Kata bapak saya, kamu harus istirahat, nggak usah mikir banyak, nggak usah mikir ngoyo, kerjain sebisamu, anemia dan magh itu penyakit skripsi, istirahat. Atau sms ibu saya yang bilang: jangan pesimis, tetap semangat nak… Dan membuat saya sesenggukan semalaman. Dan ternyata, 2011 udah selesai.

Saya barusan ngobrol sama dosbing saya yang baru pulang berlibur yah, jadi skripsi saya dari kapan hari itu belum sempat di koreksi lagi, dan saya juga menyerahkan sisa skripsi saya yang kemarin belum saya tambahi. Oh, belum bab empatnya belum ding. Kita ngobrol tentang kemungkinan sidang, yang saya harapkan bisa secapatnya, setidaknya dalam bulan ini. Dia tanya ke saya, “Kamu ngrasa ini udah maksimal?” Saya jawab, “Udah pak.” Bapaknya cuma senyum. Dan mempersilahkan saya ngadep dia lagi kapan hari. Tapi saya malah deg-degan, ada satu bagian di bab awal yang saya tahu itu masih kurang dan saya belum tambahin, karena sampai sekarang saya belum dapat bahannya. Tapi kalau ngomongin maksimal-nggak maksimal, saya ngrasa udah bener-bener all-out ngerjain itu skripsi sialan. Sampai saya berhasil melobi ibu perpus buat minjemin buku yang saya nggak tahu harus dapetin itu buku di mana, yang sebenernya nggak boleh dipinjem sembarangan buat saya kopi (hloh), tapi udah saya balikin kok.

Baca buku, memahami masalah yang kita anggap masalah, ngetik, itu gampang ternyata. Yang nggak gampang adalah, sabar. Sabar buat ngetik banyaaaaaak banget (buat yang nggak suka ngetik dan ngomyang, jangan ambil wacana, seriusss), sabar buat tahu kalau ternyata saya itu nggak sabaran, dan pastinya ikut prosedur, ini dia yang bikin krik-krik-krik.

Kalau ternyata saya bikin kacau skripsi saya, itu seratus persen karena saya. Apapun alasannya, pokoknya itu karena sayanya. Termasuk, kalau saya juga ngacauin sisi hidup saya yang lain. Apapun itu. Tapi, dalam beberapa hal. Ada beberapa momen dalam setahun ini yang membuat saya ngrasa, tuhan itu sayang banget sama saya. Saya nggak tahu, ini beruntung-beruntungnya saya aja, atau emang itulah hasil dari apa yang saya lakuin. A right timing, or others half luck?

Saya mendapatkan teman-teman yang jadi care banget sama saya, dan membuat saya juga jadi belajar care ke orang lain, teman-teman saya itu. Saya belajar dengan berani bilang enggak kalau emang saya nggak bisa, dan bilang iya, kalau emang ngrasa iya, saya bisa. Dan, yang pasti, ketika saya kalah dan nggak bisa dapetin apa yang saya mau, saya mau mengakui kalau saya emang nggak bisa dapetin semuanya. Dan, saya akhirnya mempunyai pandangan yang lebih jelas, habis ini saya mau ke mana.

Saya turun dari roller-coaster saya.

Saya bakal mewujudkan mimpi saya buat naik semacam kurungan burung di pasar malam aja. Sumpah, saya ngebet banget naik ini. Saya nggak tahu ini namanya apa. Tapi saya belum pernah naik ini. Nggak kesampaian naik waktu sekaten, juga waktu pas liputan pasar malam, karena pas saya ikut malah pas pasar malamnya nggak operasi. Kata temen saya namanya bianglala, atau apalah ada istilah lain yang saya lupa namanya. Walaupun kita diputer ke atas, tapi kayaknya nggak bikin mual. Santai dan tenang gitu. Biar nggak kaget waktu diputer ke bawah. Itu aja kali yah. Dan beli arum-manis warna pink. Yang penting sehat. Semoga. 

ini, saya pengen naikkkk iniiiii... !!!!

No comments:

Post a Comment