Mario, ia tak melanjutkan sekolah
menengahnya. Bapaknya menamainya Mario juga bukan karena senang yang
ke-eropa-eropaan. Lengkapnya Mario Sumaryono. Bapaknya Jawa, ibunya Sunda.
Namanya khas Jawa, diulang ala orang Sunda. Setiap hari Mario membantu bapaknya
mengurusi peternakan bebeknya. Mereka memproduksi telur asin. Iya, telur asin
khas Brebes yang tersohor ke seluruh penjuru negeri itu. Daripada sekolah tapi
malah keseringan nongkrong di alun-alun, Mario berkomitmen untuk membantu
orangtuanya saja. Pagi memberi makan bebek-bebeknya, menggiring ratusan
bebeknya ke pekarangan luas berpagar di samping kandang, membersihkan kandang
dan mengambil ratusan telur siap olah, membawanya ke tempat pengasinan, dan
lalu membawa telur yang sudah diasinkan beberapa hari itu ke pemasok-pemasok
yang akan membawa sebagian besar telurnya ke Jakarta. Orang Jakarta suka telur
asin, katanya. Praktis soalnya, tinggal belah, sebutir telur kaya nutrisi nan
gurih siap dilahap bersama nasi hangat berkecap. Pulang dari pemasok, Mario
menggiring kembali ratusan bebeknya ke kandang. Setelah Ashar ia akan menata
bak minuman bervitamin bagi bebek-bebeknya. Bebek juga perlu vitamin, agar
rajin bertelur. Menjelang Maghrib, Mario bersiap ke langgar dekat rumahnya,
mengajari anak-anak kecil mengeja alif ba ta tsa jim. Lalu sholat bersama
diimami Haji Martoyo. Besok Mario harus bangun sangat pagi, jam delapanan Mario
sudah bersantai di depan tivi, menonton berita, film hollywood ber-dubbing,
atau ngikut ibunya melihat sinetron apa saja yang ada. Jam sembilanan Mario
sudah terlelap. Ia harus bangun sangat pagi dan melakukan tugas berarti setiap
pagi, setiap hari. Jam 4 pagi, wajah Mario sudah segar. Dadanya berdebar
kencang. Mario melangkah ke luar rumah. Mario mempersiapkan semuanya.
Mengumandangkan adzan Subuh selalu menjadi tak biasa, meski Mario telah
melakukannya bertahun-tahun ini. Inilah kenapa ia tak mau meninggalkan
kampungnya. Ketika tak lagi ada anak muda di sana dan Pak Kayim Sarmadi sudah
terlalu tua untuk menarik suaranya dan membangunkan warga. Mario selalu terharu
untuk melakukannya tiap pagi. Ia senang. Ia bahagia. Ia tak lagi dibangunkan
ibunya. Ia membangunkan satu kampungnya. Dan mungkin, juga ribuan bebek-bebek
di sana.
No comments:
Post a Comment