Pada satu sudur Jakarta ketika mendung mulai muncul |
For a moment I was one man and the world made sense
For a moment in this storm made of consequence
The Day I Lost My Voice (The Suitcase Song) - Copeland
Jakarta mulai
hujan, dan ini berarti tentang beberapa cerita yang agak kurang menyenangkan.
Terlebih
jika hujan datang di awal liburan panjang.
Saya merindukan
hujan. Selalu bahagia ketika mendung datang dan saya mulai menunggu hujan. Meski
kadang agak merepotkan, hujan menjadi keajaiban yang tak habis saya
pertanyakan. Bagaimana awan menyimpan air yang menguap dari laut, dari sungai,
atau dari celana dalam yang orang-orang jemur. Kenapa awan menumpahkannya sore
ini. Ke mana air hujan ini nantinya akan pergi. Bagaimana kalau besok tak ada
lagi hujan. Bagaimana pawang hujan bicara dengan awan dan memintanya untuk
menahannya sekian jam sampai konser Slank bubar. Apa benar hujan takut pada
cabai merah dan sapu lidi. Benarkah hujan menyukai gerakan indah dan doa-doa
penuh kebaikan ketika memintanya datang. Apa hujan tahu pohon jambu menantinya.
Tapi hujan
di awal liburan panjang Jakarta adalah tentang banjir yang kapan saja bisa
datang. Tentang Ciliwung yang bisa saja merenggut satu dua nyawa anak-anak
kecil yang ingin berenang karena hujan teralalu indah untuk dilewatkan. Hujan juga
bercerita tentang kemacetan panjang dan jalan-jalan berlubang. Klakson yang tak
pernah berhenti bersahut-sahutan. Bahkan ketika mendung baru pemanasan, semua
kendaraan berasa di arena balapan. Buru-buru mencapai teras dan masuk kamar. Tak
ingin kehujanan di jalanan Jakarta.
Hujan juga
menyisakan satu keajaiban lagi. Yaitu prihal kerinduan pada sesuatu ketika mengilang dan tak dihiraukan ketika ia ada di hadapan.
Merindukan matahari
bersinar di kala siang. Matahari yang dua hari kemarin kita sumpah serapahi
karena teriknya memaksa tenggorokan mencecap lebih banyak es sebelum ia mengering
pada malam harinya, dan flu pun datang. Kepiluan yang sama seperti ketika
seorang tetangga kebingungan karena sungai semakin mengering sementara tanaman
padi membutuhkan banyak air agar segera menguning dan ia akan menjual gabahnya
karena ingin memberi uang saku pada cucunya yang akan study tour ke pulau
dewata.
Seperti saya
yang kadang terlalu tak peduli menerima berbagai pertanda yang jelas-jelas ada
di depan mata. Hujan dengan masuk akal memberitahu bahwa akan selalu ada
pertanda sebelum saya bersiap menerima segala konsekuensi nyata hidup sebagai
manusia. Yang punya akal, yang punya rasa.
Hari ini
mendung.
Jakarta akan
hujan lagi, nanti malam.
*album You
Are My Sunshine – Copeland menemani saya menunggu hujan hari ini.
No comments:
Post a Comment