Kadang, saya
kira, saya lebih menyukai dongeng anak-anak. Tentang bunga-bunga kuning yang
membuat kita merasa di surga. Tentang gulali warna-warni yang membawa kita
berselancar di atas pelangi. Segala tentang sesuatu yang berakhir bahagia.
Sejenak saya
teringat Matilda. Yang telah saya lupa detail kisahnya, tapi saya bisa
mengenang rasa lega ketika akhirnya ia bisa kembali menikmati hari-hari penuh
tawanya.
Dan membaca
novel terasa begitu melelahkan. Ada sesuatu yang terus berputar di atas sana,
seperti perasaan seakan pernah merasakannya. Satu kalimat dengan tiga kata saja
terasa seperti mengajak berangkat ke satu masa yang tak lagi terpikirkan
sebelumnya.
Tapi kita
menikmatinya. Menikmati rasa kantuk yang tertahan hingga detik terakhir bertemu
kesal ketika mencapai halaman belakang. Lega karena tak ada lagi kisah yang
menunggu untuk diselesaikan, sementara berbagai hal nyata menunggu untuk
benar-benar diselesaikan. Perasaan tercerahkan. Atau sekedar puas ketika
akhirnya tahu, bahkan mereka yang tak benar-benar hidup itu pun merasakan
dukanya sendiri.
Bahagia,
karena tak hanya kita yang merasa menderita. Bahagia, karena ternyata setiap
manusia memiliki geraknya sendiri untuk menciptakan hidupnya sendiri.
Melahirkan dirinya sendiri.
Bahkan merasa
mengenal dan berkawan baik. Dan esok akan bercerita dengan kawan lainnya
tentang kisah dia yang hanya hidup di dalam cerita. Menyesali tindakan-tindakannya.
Mencoba mengerti jalan pikirnya. Ikut rumit dibuatnya. Dan diam-diam
mengidolakannya dan ingin sepertinya.
Mungkin karena
kita selalu penasaran akan halaman-halaman kita sendiri yang belum ada. Dan takut
bertemu kata tamat.
No comments:
Post a Comment