“You
must be pretty important. You got the whole plane yourself. Where do you wanna
go?” Maya menangis. Tak menjawab pertanyaan terakhir yang ditujukan padanya.
Ini
adalah scene terakhir “Zero Dark Thirty”, salah satu film yang digadang-gadang
akan memenangkan piala Oscar tahun ini. Mungkin akan menjadi Oscar selanjutnya
bagi Kathryn Bigelow, setelah “The Hurt Locker”.
Sementara
membaca random beberapa ulasan film ini di media Amerika, sepertinya ini film
penting. Semacam gambaran tentang obsesi, harapan, dan mungkin juga kesia-siaan
Amerika mengejar Osama Bin Laden. Otak dari semua aksi teror yang ada di muka bumi
ini, sementara tertuduh menyebutnya sebagai jihad. Dan bagi yang mau berfikir
lebih berat, akan menyebutnya dengan konspirasi, perang dunia dalam bentuk
lebih kasat mata. Atau bagi yang tak peduli, semua ini hanyalah hal-hal bodoh
yang terlalu memakan waktu untuk dimengerti.
Dan
bagi Amerika, ini adalah teror yang dibalas dengan pengejaran tanpa henti dan
tanpa ampun. Meski pada dasarnya teror itu benar-benar menyebalkan, toh
nyatanya kadang lebih menyebalkan lagi aksi penangkapan yang keliru. Tapi kali
ini kita mendapatkan Bin Laden. Dan ya, untuk menikmati ketegangan, kesigapan,
dan rasa putus asa CIA demi menangkap Bin Laden, ada baiknya menontonnya
sendiri.
Meski
agak terlau panjang, saya tidak menyesal menyaksikan sampai detik terakhir film
ini, karena saya justru paling suka bagian di satu menit terakhir.
Kita
tidak akan bertemu perayaan dan gegap gempita tepuk tangan tertembaknya Bin
Laden. Tapi kita akan menemukan Maya (Jessica Chastain), agen CIA yang berhasil
menemukan Bin Laden setelah 12 tahun mencarinya, menangis. Pasca ketidakpercayaan
banyak orang, rekan satu tim, atasan, hingga prajurit yang akan melaksankan
penangkapan, ternyata Maya berhasil. Dan ketika satu pesawat besar bersiap
membawanya ke mana saja, ketika seorang prajurit sayang keluarga akan menjawab
kota tempat anaknya tinggal, Maya, yang kita tahun sepertinya juga punya
seorang anak kecil (terlihat dari wallpaper komputernya), tak menjawab apa-apa.
Dia menangis.
Dan
ia menangisi tujuannya. Mungkin ia tak lagi punya tujuan.
Sejak
SMA Maya ingin menjadi bagian dari CIA. 12 tahun ia hanya berkutat dengan
pencarian Bin Laden. Ia harus melihat bagaimana anggota-anggota Al-Qaeda yang
tertangkap diperlakukan sedemikian rupa demi menjawab pertanyaan-pertanyaan
sama tentang orang-orang terdekat Bin Laden. Mengamati wajah-wajah serupa tapi
tak sama demi tahu nama-nama yang ternyata tak berbeda. Melihat kawan dekatnya
tewas dalam ledakan bom bunuh diri di markas sendiri. Dan Maya tak pernah
berhenti mencari. Hingga jawabannya ada di dalam sebuah kantong mayat dan
semuanya berakhir dalam anggukan tanda “Ya, ini orangnya”.
Tujuannya
sudah ditemukan. Ia telah sampai pada apa yang dicarinya. Ia tak tahu harus
menjawab apa, ketika seseorang bertanya, “Ke mana kau akan pergi?”.
Bukankah
kadang kita kehabisan jawaban ketika seseorang bertanya hal yang sama. Mungkin kita
tak lagi punya tujuan, atau mungkin kita justru malah terlalu banyak memiliki
tujuan. Dan, dua-duanya akan membuat kita menangis diam-diam. Entah karena
bahagia, atau sebaliknya.
No comments:
Post a Comment