Karena cinta bisa tumbuh dari mana saja dan
di mana saja. Maka ada beberapa tempat dimana tak seharusnya cinta lahir dan
membesar di sana. Oke, ini menghakimi. Dan oke, ini mungkin bukan tentang
cinta. Tapi, apapun itu, seberapa jauh seseorang akan mampu (dan mau)
menanggung akibat dari sebuah perasaan yang, kadang terlalu menyenangkan,
sekaligus menyesakkan?
Kita tidak pernah tahu.
Seperti juga Martine (Olivia Thirlby) dan
Peter (John Krasinki) yang tak pernah menduga sebelumnya, jika proyek post
production film eksperimental Martine harus berakhir tanpa kejelasan hanya
karena satu momen tak tepat: berpelukan di satu siang dan melanjutkannya dengan
bercinta di malam berikutnya. Martine seorang sutradara, atau mungkin tepatnya sineas,
karena dia melakukan proses produksinya sendiri. Sementara Peter adalah seorang
sound engineer yang mampu menciptakan suara-suara ajaib dari apa saja dengan
microfon kecilnya.
Martine baru berusia 23 tahun. Muda, cantik,
enerjik, dengan rambut super pendek dan celana high wasted yang akan
mengingatkan kita pada model cantik Agyness Deyn yang super edgy, tapi dengan
rambut segelap malam. Peter berada di usia sekitar awal 30-an, dengan potongan
rapi ala musisi mapan dan cerdas. Sekilas, mereka tampak serasi dan cocok
disandingkan satu sama lain.
Tapi semuanya tak semudah itu.
Seperti halnya film eksperimental Martine yang
melihat lebih dekat kehidupan serangga, seperti semut dan kalajengking dengan
gambar-gambar super mikro, kita akan melihat hubungan-hubungan manusia yang,
sebenarnya tak jauh beda dengan hewan-hewan ini. Semut atau kalajengking yang
saling berpapasan dan bertindihan ketika bertemu satu sama lain mengingatkan
kita akan hubungan dua manusia ketika bercinta. Dan kita tak pernah tahu,
adakah hewan-hewan ini juga sedang bercinta. Dan, jikalah iya, maka mungkin, di
sisi lain manusia, ada sekilas karakter mirip serangga-serangga ini.
Dan sebelumnya, ini film Amerika. Yang sederhana,
tanpa drama berlebih, hanya kesadaran akan ke-diriannya.
Peter sudah menikah dengan Julie (Rosmarrie
Dewitt), seorang psikiater cantik dan lembut dengan satu orang anak perempuan
dengan suaminya terdahulu Kolt (India Ennenge) dan seorang bocah laki-laki anak
mereka. Hidup mereka sempurna. Martine adalah kawan dari sahabat Julie, yang
mengizinkannya tinggal sementara di halaman belakangnya, sementara
menyelesaikan sound mixing untuk filmnya.
Pertemuan-pertemuan tak terduga di sini
terjadi sejak dari awal. Ketika Martine baru saja turun dari pesawat dengan
laki-laki asing yang diacuhkannya. Perhatian si remaja cantik Kolt pada David,
asisten Peter yang jauh lebih tua. Perhatian Avi, teman sekolah Kolt yang
sangat manis ala remaja enam belas tahun. Pasien Julie, seorang sutradara
rentan yang terus merayunya. Perhatian aneh guru les Bahasa Italia Kolt yang
terasa mesum. Dan tentu saja, pesona Martine yang mengambil perhatian David dan
Peter sekaligus.
Hingga pada suatu pesta, hubungan-hubungan
itu menemukan titik temunya. Di satu pesta yang sama, pada sudut-sudutnya yang
berbeda. Martine yang menolak Peter, karena sadar Peter telah berkeluarga dan
lebih memilih menghabiskan malam bersama David, asisten Peter. Julie yang sakit
hati karena menyadari perhatian Peter pada Martine. Julie yang hampir saja
termakan rayuan pasiennya. Serta Kolt yang akhirnya menyadari, ia lebih pantas
bersama Avi, laki-laki seusianya yang lebih mampu mengerti perasaannya, dari
pada David, yang sebelumnya ia lihat tengah berpelukan dengan Martine di satu
malam.
Di satu sisi pula, kita tahu, ketika sesuatu
berada tak pada tempatnya, akan ada yang terluka setelahnya. Peter menyalahkan
Martine karena telah menggodanya, dan menghentikan proyeknya. Julie meminta
Martine segera meninggalkan rumah dan keluarga mereka.
Tapi, setelah melihat film ini sampai habis. Tiba-tiba
saya justru jatuh hati dengan karakter Kolt, dia hanya remaja polos yang ingin
jatuh cinta. Memilih Avi yang jelas-jelas menyukainya. Menulis puisi sederhana,
dan berhasil membuat guru Bahasa Itali-nya yang sedikit mesum kebakaran
jenggot. Kolt berani bicara, apa adanya. Bukan Martine yang pada awalnya
mempesona, tapi justru terlihat begitu tak sadar dengan apa yang dia lakukan. Begitupun
Peter yang terlau naif dan sedikit tidak bertanggungjawab. Atau Julie yang
meski tegas, tapi ada sisi lain dirinya yang rapuh.
Apakah, memang masa kanak-kanak adalah masa
yang paling jujur? Atau setidaknya, masa remaja?
Dan lalu, meski kita seringkali marah dan
tidak terima, kita tak lain halnya seperti serangga yang begitu saja dengan
mudah jatuh cinta dan menjatuhkan hati ke siapa saja. Ya, meski kita belum tahu
kan, apakah benar, jika serangga-serangga itu benar-benar bercinta. Mungkin mereka
hanya semacam bersalaman dan saling sapa.
Dan, tentu saja, kita akan bertemu
kalimat-kalimat sederhana tapi sarat di film yang tak terlalu panjang karya
Sutradara Ry Russo-Young ini. Musik-musik indah. Dan, tentu saja, kejutan
suara-suara dan gambar-gambar yang tak terduga. Bukankah tadi saya sudah
bilang, kalau Peter ini ceritanya seorang sound engineer dan Martine ini
seorang art filmmaker.
Dan, “just keep doing what
you're doing”, salah satu kalimat Julie, yang sangat saya suka di sini. Meski
kita tahu, Martine tidak menyelesaikan proses sound-mixing filmnya, dia akan
menyelesaikannya. Begitupun keluarga kecil yang terkena goncangan itu. Dan, ketika
Martine memberikan jinsnya untuk Kolt.
Who says,
nobody walks? Everybody walk, indeed.
No comments:
Post a Comment