Showing posts with label him. Show all posts
Showing posts with label him. Show all posts

Tuesday, January 24, 2012

...the truth, the answer :)


When the truth come second, you’ll know that you’ve that luck, and you’re fine. Such like a, an equality…

Maybe, finally, you know, someone is lying in back of you. Then, finally you know the answer, why you always being not sure about everything you did before… Or, you always thinking about losing, losing, and leaving, even you didn’t. But you do, you’re insecure and uncertain.

Yah, over there, someone just lying. Little bit hurting, but, that make the air fresher to breathing…

That the answer. For you. For everything. From god, or, anything you don’t know. 

Forgive, then, forget. And everything would be better, better, and greater….

Monday, January 9, 2012

...pulang

Kebebasan ini seketika menjadi menakutkan. Hidupmu tiba-tiba akan jadi balon udara tanpa kantong pasir dan jangkar. Hidupku tiba-tiba akan jadi balon kempes tanpa udara yang bisa melambungkannya. Tapi aku tak penting. Kamulah yang penting dalam hidupku. Aku diam. Kamu diam. Aku tahu, kamu ingin pergi. Maka aku mengangguk lagi. Meski tak begitu mantap.

Karena, jawabku, jika kamu tak pergi, bagaimana kamu akan tahu jalan pulang?

#pulang
Avianti Armand

Sunday, December 25, 2011

...random #2



When you love someone but it goes to waste, could it be worse?




 
When you try your best but you don't succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can't sleep
Stuck in reverse

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

And high up above or down below
When you're too in love to let it go
But if you never try you'll never know
Just what you're worth

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

Tears stream down your face
When you lose something you cannot replace
Tears stream down your face
And I

Tears stream down your face
I promise you I will learn from my mistakes
Tears stream down your face
And I

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you


(Fix You - Coldplay)

Thursday, December 22, 2011

...dream partners?


I’ve been read this paragraph for a week ago.

When I was read this post, I was thinking that , “Am I walking with my dream partners?”. I didn’t have an answer. I was convincing myself, “Yea, dear, you both can be a dream partners to each others”.

But, we never know, right? As I said to Dita (for a long time ago too), we never know. Sometimes, we got no idea about everything. But I agree, to be something, we need a dream partners.

Here they are:

“Gemilang,” as Mira spoke, “to be ‘gemilang’ (scintillating/sparkle), we must find and be beside, dream partners”, a statement that got us all (crew including Andien) muted and thinking, it wasn’t really the kind of comment we expected. “People may cheer you up and support you through hard times, because it’s simply impossible to be cheery and positive all the time”, Mira added as she finished up the interview.

It was honestly a touching strike-on statement that shut us all. Got me teary and definitely realizing in a second, that everyone TRULY needs dream partners. People who are able to believe in dreams, power and all the gifts in everyone else including themselves, partners who will push you up when we’re trembling down the steps, partners whose hands are always available for us to hold and chase our dreams together side by side.

*(taken from Andra Alodita’s blog. She’s a behind-the-scene photographer for Andien’s video clip, Gemilang)

I was trying to convincing myself.
Then I find that, I’ve to walk to catch my dream alone…
Sometimes, that’s could be better.

But, hei, everyone could be our dream partners. Right?
:) :) :)

Sunday, December 18, 2011

...dia (lagu dia, buat dia)


Saya lagi semacam belajar, karena saya lagi baca buku, tapi bukan buku cerita, waktu lagu ini kedengeran: Dia-nya, Maliq n D’Essentials. Saya tiba-tiba senyum-senyum sendiri. Dan lalu, ya ampun.

Baca liriknya deh:
Temukan apa arti dibalik cerita
Hati ini terasa berbunga-bunga
Membuat seakan aku melayang
Terbuai asmara

Adakah satu arti dibalik tatapan
Tersipu malu akan sebuah senyuman
Membuat suasana menjadi nyata
Begitu indahnya
Reff:
Dia seperti apa yang selalu ku nantikan aku inginkan
Dia melihatku apa adanya seakan kusempurna
Tanpa buah kata kau curi hatiku
Dia tunjukkan dengan tulus cintanya
Terasa berbeda saat bersamanya
Aku jatuh cinta
Dia bukakan pintu hatiku yang lama tak bisa kupercayakan cinta
Hingga dia disini memberi cintaku harapan
dia seperti apa yang ku nantikan aku inginkan
dia melhatku apa adanya seakan kusempurna
Give me your love
Now so come on and love me
Give me your love
Now so come on and love me
Nothing in this world could come baby love to me
I would tell the world when you give your love to me
Give me your love
Now so come on and love me
Give me your love
Now so come on and love me 

Saya emang suka banget lagu itu dari pertama denger beberapa tahunan lalu. Film-nya, Claudia-Jasmine, juga bagus, walaupun bagi kritikus film mungkin itu film biasa aja, tapi konflik batinnya ada yang benar-benar mempengaruhi saya sampai sekarang. Nggak, saya nggak akan menulis tentang film itu.

Saya akan sedikit bercerita tentang “dia”, yang, saya ingat pertama kali ketika lagu ini kedengeran.

Saya nggak tahu perasaan antara saya dan dia tepatnya seperti apa. Tapi dari sedikit hal yang ada, dari sedikit waktu yang kita punya, saya banyak belajar. Saya nggak belajar filsafat atau politik ke dia, karena saya tidak tertarik untuk belajar itu juga. Saya juga nggak belajar mencintai (???) atau apalah ke dia, kita sudah bisa mencintai sejak kita lahir bukan? Karena di sini, saya justru belajar untuk menghargai diri saya sendiri.

Rada berlebihan yah.

Udah ah.

Friday, December 9, 2011

... bingung kasih judul. :p


“Wah, seandainya kamu belum punya pacar, aku tu ya mau loh, sama kamu…”
“Wah, baru bilang sekarang. Aku tu udah nunggu kamu dari waktu kamu jadi ketua xxxx…”
“Lah itu kapan? Iya to?”
“Aku semester satu.”
“Hahahaha… asem.”
“hahahaha… “

Itu hanya percakapan becandaan. Karena dia nggak mungkin suka sama saya. Hhhaaa. Dan saya dan beberapa teman emang dulu waktu semester satu ngefans gila sama dia, macam anak ospek yang ngefans sama ketua panitia. Tapi ya akhirnya saya juga punya pacar-pacar lain dan dia juga punya pacar. Jadi, emang nggak pernah ada affair atau macam sentiment-sentimen tertentu.

Saya nggak tahu, dia akan baca post ini atau tidak, karena setahu saya, dia salah satu orang yang sering baca post saya. Hhhha, akhirnya, aku nulis yang ada kamunya. Tapi bakal tetap aku ece-ece juga. :D

Nggak, saya nggak lagi galau kok. Kalaupun mungkin, hanya mungkin, kalau saya nggak punya pacar dan dia ndeketin saya, mungkin saya bakal mau sama dia. Hanya mungkin. Tapi yang bikin saya pengen nulis ini adalah , pernah nggak sih, pada satu waktu, kita ketemu teman kita dan bakal becandaan sampai ngakak, dan bilang, “Sumpah yah, aku nggak ngerti kenapa dulu bisa ngrasa suka sama kamu. Kalau dipikir-pikir, itu nggak banget…” Pernah? Coba ingat-ingat. Terus kita barengan temen kita itu ketawa-ketawa ngakak nggak mutu, mengingat betapa bodohnya pernah merasa suka, atau diam-diam pernah merasa disukai sedemikian rupa sama orang itu.

Atau barangkali, gini: kalau sekarang ada rasa-rasa suka sama orang, nggak usah berlebihan segitunya, karena barangkali beberapa tahun dari sekarang, bloomy-bloomy nggak mutu itu cuma bakal jadi ketawaan sama nggak mutunya sampai sakit perut.

Apa ini cuma kejadian sama saya, saking saya nggak tahu malunya? Ah, tapi apa deh. Saya juga berani ngetawain hal-hal itu karena saya tahu, teman saya nggak akan galau setelah ini. Selain efek ketawa itu menyenangkan. Just another joke.

Kalaupun itu becandaan, yang versi seriusnya juga pasti tetap bikin ketawa dan bikin lega. Coba deh, barangkali besok ketemu orang yang pernah kita suka, terus disaat becandaan, coba bilang, “Cupu banget pernah suka sama kamu.” Pasti itu bakal jadi bahan ketawaan. Eh, tunggu, tapi ini mungkin nggak berlaku bagi semua orang yah.

Karena mungkin sifat dan cara kita memperlakukan hal-hal seperti ini berbeda. Beda orang beda cara. Ada kali yah, yang bahkan sampai bertahun-tahun, bakal nggak bisa nglupain hal-hal tertentu. Seperti saya bilang tadi. Ini hanya berlaku bagi teman-teman yang emang nggak gampang galau atau gampang gloomy dan gampang tersinggung dengan kita. Yeay, they were the real friends. Friends with (no) benefits. Bukan teman yang bakal berlebihan menanggapi sesuatu. Juga kita yang stabil, tau mana yang pantas untuk diketawain bersama dan tahu sekali apa yang ada di perasaan kita.

Tapi, kalau misal saya harus memberikan pesan moral dari tulisan saya ini, yaitu: kita nggak harus segitunya (segitu seriusnyaaaa, segitu berserah dirinyaaa, segitu tergila-gilanyaaaa, segitu lebainyaaa, segitu merasa bahwa ini dunia punya kamuuuuu), kalau lagi suka sama orang. Iya, tau, seneng, seneng, bahagia, bahagia, cuma mungkin jangan terlalu dalam kali yah. Inget pesen artikel-artikel di majalah, jangan mencintai orang seratus persen, give him/her 80%.

Our 20% is for other cute one over there. ;)

Macam kita juga nggak boleh heboh kalau pacar-pacar kita mulai tebar-tebar yang 20% itu. boys will be boys, right? Mereka suka nggak mutu pengen dipuja-puji cewek-cewek. Make sure we have his 80%. Dan kenapa saya jadi curhat? Nggak mutu.

Hhhaaa. Udah ah.

Jadi, ceritanya semalem saya ketemu dia. Saya gojlok dia, karena dua malam kemarin dia baru curhat, dia minta dicariin cewek. Kebetulan saya dateng ke acara itu sama sahabat baik saya yang juga jomblo, jadi saya kenalin. Sambil bilang, “Nih, temenku jomblo nih, oke kan, katanya mau cari cewek…” Hhha, iya, mulut saya nyablaknya minta digampar banget. Itu adalah percakapan di depan pintu masuk gedung pertunjukan yang banyak orang denger, terus noleh ke kita. Malu-maluin. Sampailah kita ke becandaan tadi, yang masih bikin beberapa orang menoleh ke kita bertiga. Bener-bener malu-maluin.

Buat teman saya itu, ehm, iya, dia sedang cari pacar. Itu curhat dia sejak beberapa bulan lalu, dan beberapa malam lalu dia menegaskannya. Dia butuh pacar yang bisa menemani dia nonton bermacam gigs, dari pentas lesehan dan gratisan di soedjatmoko sampai gigs ratusan ribu di ballroomnya the sunan. Dan, tentu saja, mendukung menyelesaikan skripsinya. Dia orang hebat, hei, hei. Sekarang dia udah punya gaji tetap yang bisa bayarin kita satu tas rip-curl tiap bulan. Dia british music addict maka dia mencari cewek yang doyan british music juga. Seenggaknya kamu hafal satu dua lagu Oasis (dia suka oasis sekali, terbukti dari kaos oasisnya yang kelewat sering dipakai sejak saya kenal empat tahunan lalu). Yah intinya itu, kamu nggak perlu cantik-cantik amat, dia cukup fair ttg ini. Dan ehm, mungkin kamu juga bakal terbayangi mantan pacarnya yang oke gilak itu. hhhaaa. Karena mantan pacarnya juga teman saya. sayang mereka berpisah. Karena sesungguhnya, saya salah satu orang yang sangat kecewa mereka putus. Bagi saya, dulu, mereka itu salah satu the perfect couple.

Yah, intinya itu. kalau ada para cewek-cewek yang mau sama dia, atau setidaknya ingin mengenal lebih dulu. Bisa email saya di fuadiyah.kamil@gmail.com.

Sekian. :) :)

Ps: tapi saya sudah niat menjodohkan dia sama sahabat saya semalem. Karena waktu saya biarkan mereka berdua ngobrol, mereka cukup nyambung. Dan diam-diam temen cowok saya itu bilang, “Hloh, kamu ini kan yang waktu itu juga pentas?”. #eaaaah.

Friday, December 2, 2011

...A same story : buat Dita


“Talk about our future like we had clue, never plan that one day, I’d be losing you…”
(the one that got away – katy perry)

Dan, di lagu itu, Katy Perry kehilangan kekasihnya. Dari video clipnya, pacar masa SMA yang kemudian jadi suaminya, akhirnya meninggal. Kita tetep bakal kehilangan, Dita.

Kenapa Dita? Karena baru saja saya kayak diajak mikiri juga sama dia. Kalau misal, kita, sekarang, misal, memiliki sesuatu, apapun itu, rasanya harus siap untuk kehilangan. Kebebasan kita, kesempatan kita itu, ada kalanya nggak bakal kita miliki lagi.

Walaupun, barangkali ada semacam perjuangan-perjuangan tertentu buat dapetin yang kita miliki sekarang, rasa-rasanya kita juga tetep harus siap kehilangan. Beruntunglah kamu Dita, kamu masih diberi kesempatan buat memilih dan meyakinkan diri kamu lagi. Iya sih, tetep aja, kita nggak bisa mbandingin, “Si ini bisa kayak gini ke aku, tapi si itu nggak bisa kayak gini ke aku. Atau, si ini bisa nglakuin itu buat kamu, tapi si itu nggak bisa nglakuin itu buat aku.” Karena pada akhirnya kita bakal jatuh ke satu ketakutan yang sama, kehilangan. Gitu, Dita.

Cuman Dit, kayak tadi aku bilang ke kamu, kita nggak pernah tahu Dita, kita nggak pernah tahu.
Makanya saya nggak pernah cukup berani cerita ke siapapun tentang beberapa keputusan dan rencana besar di hidup saya. Kadang saya kira, saya bakal gagal duluan soalnya. Terus, saya juga selalu merasa nggak punya cukup alasan buat ngerasa bahwa, apa yang saya lakuin sekarang bakal baik-baik saja seterusnya. Apalagi jika itu untuk sesuatu yang sangat besar. Iya sih, tentu saja, kita pasti berdoa atau berencana, kita bakal nglakuin ini-itu, kita bakal dapetin ini-setelah nglakuin itu, kita udah berusaha juga buat menjaga yang kita miliki. Atau kalau saya, diam-diam saya berdoa dan berusaha, sambil lihat ini-itu, sambil nimbang-nimbang sendiri, kayaknya saya bakal coba dan bakal nunjukin ke orang kalau saya udah berhasil aja, haduh, tetep kan, itu kayak semacem berharap banyak juga. Dan tadi, dari ngobrol singkat bareng Dita, kayaknya kita harus tetap siap menerima yang terburuk…

Kenapa Dita,

Karena aku ngelihat kamu kayak ketakutan. Ketakutan nggak memiliki yang kamu inginkan. Walaupun alasan kamu bener, kalau pengen memiliki apa yang kamu inginin itu. Bukan berarti setelah memiliki kamu juga bakal lebih bahagia. Kadang justru itu lebih berat. Dan kamu, Dita, kamu semuda itu dan punya lebih banyak pilihan, beri ruang buat diri kamu sendiri menimbang semuanya. Jangan jadiin semuanya alasan buat teriak, “bete”. Kadang itu justru yang ngarahin kita ke tempat yang lebih baik…

Terus, tadi, belum sempet aku bilang Dit, keburu kita ngapain sih tadi, kayaknya ada baiknya kita nggak usah bikin rencana muluk nan indah dulu deh. Biar kita nggak keburu sangat-sangat-sangat kecewa, karena yang kita rencanain nggak seindah yang kita bayangin. Bukan berarti kita nggak ngapa-ngapain dan pasrah gitu aja juga, seenggaknya mencegah kita nglaukin hal-hal yang bakal kita sesalin nantinya juga.

Bukan berarti kita nggak berhak dapetin yang terbaik dan yang indah-indah itu juga. Tentu kita berhak. Tapi, kadang, bayangin dan siap dengan yang terburuk aja dulu, kalau hasilnya menyenangkan, anggap itu bonus. Macam kita dapat jaket vintage bagus dan murah di pasat klithikan, nah, kan, tadi jaket jinsku di mana yah? Jadi keinget.

Akhirnya Dit,

Udah atau belum memiliki yang kita inginin itu Dit, kita tetep harus siap buat nggak pernah memiliki sama sekali. Sama kok.

Kalau kata temenku yang rada-rada lebai, dalam beberapa hal, kita kayak megang angin, kita bisa cuma bisa ngrasain, nggak pernah tahu udah atau belum bener-bener memiliki. Atau kayak kita yang merasa memiliki air pam sebanyak-banyaknya karena rajin bayar kost dan bayar pam, tapi, nyatanya pam memberi kita kenyataan terburuk dengan hanya nyalain air di jam 12-3 siang. Kita harus siap ngungsi dan bawa-bawa handuk sama cuma pakai baju tidur seadanya ke tempat bude buat mandi pagi, padahal banyak orang-orang di luar kostan.

Ee, buset Dit, kalau ngobrol serius bikin jadi rada aneh kan ujung-ujungnya. Kalau kata kamu, pasti bakal teriak, “kampretlah…” :p

Wednesday, November 30, 2011

...mbanya


Tiba-tiba saya keinget, sama, sms yang cuma bilang, “mbanya…”. Dulu, dulu banget. Satu baris itu, adalah tanda kalau ada sesuatu yang harus saya bantu. Atau ketika, saya membutuhkan semacam bantuan, saya hanya cukup mengirim sms sama singkatnya, “masnya…”.

Dan entah mengapa, saya dan satu teman saya itu, cukup tahu sama tahu. Ada hal kecil yang bisa saja menjadi besar dan harus segera dibicarakan atau diselesaikan saat itu juga. Biasanya itu malam hari. Biasanya masalahnya cukup simple. Stress berlebih.

Dulu, saya punya teman sepenanggungan yang punya tekanan sama dan tingkat kesetressan yang hampir sama. Kebanyakan tentang kuliah dan tekanan-tekanan lainnya. Walaupun pada akhirnya tidak ada solusi, setidaknya kami berbagi. Kalau kita sama-sama tertekan dengan tugas kuliah ataupun lainnya dan tuntutan segera lulus, atau nilai A dan IP yang diatas tiga. Atau dengan cukup labil, tiba-tiba bilang, “kangen ibu, pengen pulang”. Atau tentang kuliah yang harusnya nggak boleh lebih dari delapan semester. Itu juga yang ada di pikiran saya, bahkan sampai sekarang.

Bukan apa, iya, saya sadar sepenuhnya, setelah lulus pun, bakal banyak hal yang nggak kita ngerti bakal terjadi. Tapi setidaknya, bagi seorang yang nggak punya kesibukan apa-apa seperti saya, yang memang dikondisikan untuk nggak punya kegiatan apa-apa selain menyelesaikan skripsi, lulus itu sesuatu banget. Dulu, bahkan sindiran rada kasar tentang, “bagi gue, kuliah itu delapan semester”, itu cukup nendang buat saya dan membuat saya menyelesaikan babI dua malam. Dan, see, seminggu kemudian saya dapat pembimbing. Dan setelah kuliah-kuliah beres, saya kejar bab I saya itu dan menyelesaikannya dalam waktu kurang dari sebulan. Demi omongan saya tentang, “kalau bagi lo kuliah itu delapan semester, kuliah gue bakalan cuma sembilan semester”.  Dan lalu pada satu hari dia bilang, “kayaknya semester gue bakalan sampai sepuluh deh,” karena ada sedikit masalah dengan nilai. Saya merasa menang, dan semakin semangat ngejar babII terus nyicil bab III.

Itu bulan agustus saudara-saudara.

Ini bulan apa? Besok lusa udah desember. Saya kayak nggak jalan ke mana-mana.

Kayaknya saya butuh orang yang bilang ke saya, “kuliah itu nggak sampai semester sepuluh”. 

Biar saya bisa menyelesaikan babIII saya dua malam.