Penyebabnya
kali ini adalah: makanan terlampau keras. Memakan terlampau cepat dan
buru-buru.
Saya
ingat sekali pagi dengan sebuah apel di awal minggu lalu. Saya melupakan gigi
saya yang terlampau kropos dan sudah lama tidak sehat. Kenapa saya tidak memotongnya
menjadi potongan kecil memanjang dari ujung satu ke ujung lainnya seperti
sebelumnya saya memakan apel, kenapa saya langsung menggigit terburu-buru
karena harus segera mandi dan pergi.
Jadi
itulah kenapa ada sakit gigi, dalam rentang waktu hidup saya.
Selalu
ada alasan lupa untuk ke dokter, mencabut sisa gigi yang rusak ketika tidak ada
nyeri atau sekedar membersihkan karang gigi.
Selalu
begitu.
Kali
ini adalah cerita tentang gigi terselubung yang kekurangan tempat dalam rongga
mulut saya. Terdengar mengerikan sekaligus agak menjijikan yah. Lalu saya
membayangkan kemungkinan untuk memakai kawat gigi dan semacamnya. Terkesan tidak
natural dan artifisial setelahnya. Tapi apalah artinya hidup tanpa gigi yang
sehat. Lalu bagaimana saya akan melalui hari jika harus dibatasi
makanan-makanan tertentu yang barangkali akan begitu nikmat jika gigi saya
sehat. Lalu ketakutan akan pantangan-pantangan jikalah ada seutas benang kecil
tak terlihat harus mengikat gigi saya. Sepertinya saya tidak sanggup.
Dan
sakit gigi itu kejam. Dia mengajak tulang leher bersama syaraf mata dan kepala
untuk merasakan ngilu. Capek kalau terlalu lama berdiri dan pusing berlebihan. Maka
ada semacam obat peringan/penghilang sakit gigi yang bisa menidurkanmu selama
kuranglebih 10jam. Lalu, kamu tidur sehari-semalaman dan memakan semacam
lontong saja agar mereka bisa baikan.
Lalu
mengakalinya dengan berpuasa dan kembali belajar makan dengan pelan.
Satu
porsi ayam kluyuk sama dengan satu film berdurasi dua jam.
Memberi
ruang untuk merasakan ngilunya tumbuh gigi bagi bayi enam bulan.
Agak
riang karena jarum timbangan beberapa centimeter berbalik arah ke kiri lagi.
Sambil
diam-diam menyiapkan kalimat sakti: saya tidak mau sakit gigi lagi.
No comments:
Post a Comment