“Mbak, nek ana masalah, apa kesulitan kerja,
apa liane, matur mama. Mbok mama bisa bantu doa kayak mbien pas mbak sekolah.
Nggih mbak?” (Mbak, kalau ada masalah, atau kesulitan kerja, atau yang lainnya,
bilang mama. Siapa tahu mama bisa bantu doa seperti waktu mbak sekolah. Ya
mbak?”
Itu adalah
sms ibu saya beberapa hari lalu. Saya baca waktu baru bangun tidur. Ada yang
hangat di dada saya ketika itu.
Paginya,
sekitar jam 6-an, saya masih tidur waktu ibu saya telpon saya. Dia ngingetin
saya kalau saya udah difitrahi, dibayarkan zakat fitrahnya maksudnya, jadi saya
nggak usah zakat fitrah lagi, kalau mau zakat, katanya, itung zakat biasa aja.
Setelah “Nggih, Nggih, Nggih, dan Nggih…” saya tidur lagi. Sampai siang. Dan
ketika bangun, saya baca pesan singkatnya.
Ya, saya
selalu lari ke ibu saya jika saya kenapa-kenapa. Nggak bisa ngerjain tugas,
demam dikit, sakit gigi dikit, susah ketemu dosen, putus sama pacar, marahan
sama temen, dan tentu ketika kehabisan uang. Jaman ngerjain skripsi, ketika
saya nggak berani pulang, kalau saya susah banget ketemu dosbing, saya akan
menelpon ibu saya dan minta didoakan agar semuanya lancar. Dan seringnya,
keesokan harinya saya akan bertemu dosbing saya dan segala masalah perskripsian
beres dengan sendirinya. Ajaibnya doa ibu.
Tapi
sekarang saya agak sungkan mau cerita-cerita apa saja. Bukan apa-apa, tapi ibu
saya suka agak khawatir berlebihan. Bagi dia, Jakarta itu sangat mengerikan.
Waktu ibu saya telpon, saya bilang saya lagi tidur di kostan dan nggak kerja
karena agak demam, besoknya dia datang. Padahal saya cuma malas berangkat kerja
dan pura-pura demam. Heks! Cuma sekali sih, karena setelah itu saya
marah-marah, maksud saya biar dia nggak usah repot-repot gitu. Tapi ternyata
maksud dia adalah biar dia bisa nengokin saya. Gitulah pokoknya… ribet-ribet
tapi manis gimana gitu.
Yang khas sebenarnya
kalimat-kalimat sederhannya. Andalannya, “Sabar…”, “Coba lagi besok…”, “Mungkin
kamu yang salah…”, “Belum jodoh…”. Nggak perlu teori dan kata-kata motivasi
panjang. Mungkin sederhananya begini, pada akhirnya saya tahu saya akan
baik-baik saja.
Tapi
sebaliknya, ketika dia memiliki masalah khas ibu-ibu, dan dia cerita ke saya, pasti
akan saya tanggapi dengan, “Hmmmmm…”, “He’em…” “Masa?” “Hah, mama sih?”. Khas
saya bangetlah pokoknya. Cuek-cuek pengen tahu tapi nyinyir juga
ujung-ujungnya. Meski ibu juga mulai berbagi banyak hal besar ketika saya
sedikit beranjak besar, yang membuat saya tahu, ada hal-hal yang sebelumnya
tidak pernah saya ketahui dan itu ternyata banyak berpengaruh terhadap saya.
Pasti cerita
tentang ibu saya, atau ibu kita nggak akan pernah ada habisnya.
Bagi
anak-anak perempuan, mungkin kita akan mengingat cerita tentang: pengalaman
menstruasi pertama; tentang apakah kita boleh punya pacar atau tidak; tentang
kenapa kita harus berhijab dan bagaimana jika tidak, mungkin; kenapa kita sebaiknya
tidak memakai rok mini; kenapa menggunakan bedak dan lipstick dan deodorant dan
lulur dan parfum; bagaimana memilih potongan rambut; apakah kita cantik? Karena
teman kita lebih cantik; bagaimana memilih tomat dan sayur yang lebih baik di
antara tumpukan tomat dan sayur yang kelihatan sama; bagaimana memasak sop
ayam; suami itu apa? dan bagaimana cara memilihnya?; Jadi ibu itu nanti gimana?
Setidaknya
itu beberapa hal remeh-temeh yang saya obrolkan dengan ibu saya. Beberapa kawan
juga bercerita tentang hal yang sama tentang ibu mereka. Ya, setidaknya
kawan-kawan terdekat yang mau berbagi banyak cerita dengan saya. Selalu ada
obrolan tentang, “Kata ibuku…bla…bla…blaaa…” Ajaib yah, bagaimana seorang ibu
mempengaruhi banyak hal pada diri kita.
Saya tidak
tahu sifat apa saja yang ada pada dia yang juga ada pada saya. Karena kadang
kita sama, sering pula saya nggak setuju dengan ibu saya. Tapi, yang saya tahu,
pada akhirnya saya selalu salut dengan keputusan-keputusan yang dia lakukan.
Saya tidak mau memilih perempuan lain untuk jadi ibu saya. Meski ibu saya nggak
punya pilihan lain untuk punya anak seperti saya. Karena saya kira saya bukan
anak yang baik. Apa selama ini saya selalu membuat dia tertawa bahagia? Saya
tidak yakin.
Dulu, di
usia seperti usia saya sekarang, kalau kalkulasi saya nggak salah, sepertinya
ibu saya sudah mengandung saya. Saya bingung mau ngomong apa lagi… karena hari
ini dia berulangtahun, dua kali lipat usia saya sekarang. Saya ingin sekali
bertanya, bagaimana rasanya terus berjalan hingga selama ini?
“Apa mama
bahagia? Semoga dan selalu yah, Ma…”
Saya menyimpan KTP masa gadis ibu saya. Hhi, rambutnya asoi yah? :D |
No comments:
Post a Comment